Kamis, 20 Oktober 2016

TEORI PSIKOANALISIS KLASIK




TEORI PSIKOANALISIS KLASIK



unikama.jpg
 






PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2015




DAFTAR ISI
Halaman Judul .........................................................i
Kata Pengantar ......................................................iii
BAB I Pendahuluan ..................................................1
A.  Latar Belakang ...............................................1
B.  Rumusan Masalah ............................................1
C.  Tujuan Masalah ...............................................1
D.  Manfaat..........................................................2
BAB II Pembahasan ..................................................3
A.  Pengertian Psikoanalisis Klasik..........................3
B.  Sejarah Psikoanalisis Klasik..............................3
C.  Struktur Kepribadian........................................4
D.  Dinamika Kepribadian.......................................7
E.  Mekanisme Pertahanan Diri..............................11
F.   Perkembangan Kepribadian...............................15
G.  Implementasi Terhadap Masyarakat....................18
H.  Implementasi Terhadap Pendidikan....................18
BAB III Penutupan .................................................19
Kesimpulan dan Saran .............................................20
1.  Kesimpulan ................................................20
2.  Saran ........................................................20
Daftar Pustaka .......................................................21
 




KATA PENGANTAR
        Patutlah penulis berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat merampungkan makalah ini guna memahami lebih mendalam tentang ”Teori Psikoanalisis Klasik”. Penulisan makalah ini merupakan bagian dari proses belajar penulis. Adapun bagi para pembaca selain berguna untuk proses perkuliahan, makalah ini berguna untuk memperluas wawasan.
        Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan anggota, karena dengan semangat kekeluargaan mereka telah banyak membantu penulisan makalah ini.
        Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Mudah-mudahan Tuhan membalas amal baik tersebut.


Malang, 24 September 2015

                                                                      
                                                                Penulis

 


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Pada abad ke-21 ini terdapat empat psikologi yang menonjol, salah satu diantaranya yaitu psikoanalisis. Keberjayaan psikoanalisis antara lain disebabkan oleh para tokohnya yaitu Freud, Jung, dan Lacan, yang benar-benar menguasai baik psikologi dan psikiatri.
Psikoanalisis dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, hingga menjelma menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia. Hipotesis pokok psikoanalisis menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh motif-motif tidak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.

B.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan pembahasannya sebagai rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa sejarah psikoanalisis klasik?
2.      Apa pengertian psikoanalisis?
3.      Apa struktur kepribadian dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud?
4.      Apa saja dinamika kepribadian dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud?
5.      Apa saja mekanisme pertahanan diri dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud?
6.      Apa saja tahap perkembangan kepribadiannya?
7.      Apa implementasi terhadap masyarakat?
8.      Apa implementasi terhapat pendidikan?

C.      TUJUAN MASALAH
1.      Untuk mengetahui sejarah psikoanalisis klasik.
2.      Untuk mengetahui pengertian psikoanalisis.
3.      Untuk mengetahui struktur kepribadian dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud.
4.      Untuk mengetahui dinamika-dinamika kepribadian dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud.
5.      Untuk mengetahui mekanisme-mekanisme pertahanan diri dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud.
6.      Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan kepribadian.
7.      Untuk mengetahui implementasi terhadap masyarakat.
8.      Untuk mengetahui implementasi terhadap pendidikan.

D.      MANFAAT
Teori psikoanalisis klasik dapat memberi pengetahuan kepada tingkatan perkembangan pribadi, sesuai dengan teori ini sesorang yang berada pada fase genital (genital stage) dimana sudah melewati fase sebelumnya. Pada fase ini orang tersebut seharusnya sudah bisa menggunakan superego untuk mengkontrol id dan ego ataupun untuk menghadapi masalah-masalah yang ada dilingkungannya karena dengan mementingkan hal tersebut akan memikirkan, merasakan, mempertimbangkan dan lebih berpikir objektif dalam menghadapi masalah. Dengan Super ego, belajar menengerti dan menghadapi suatu masalah  dengan kepala dingin. Berusaha semaksimal mungkin untuk berbuat sesuai dengan norma moral yang berlaku pada lingkungan agar tidak merugikan siapapun.






BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Psikoanalisis Klasik
Psikoanalisis merupakan pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika, faktor-faktor psikis yang menentukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman masa kanak-kanak dalam membentuk kepribadian masa dewasa. Psikoanalisis adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisis adalah metode interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.
Psikoanalisis memiliki sebutan-sebutan lain yaitu: 1) Psikologi dalam, karena menurut Freud penyebab neurosis adalah gangguan jiwa yang tidak dapat disadari, pengaruhnya lebih besar dari apa yang terdapat dalam kesadaran dan untuk menyelidikinya, diperlukan upaya lebih dalam; 2) Psikodinamika, karena Psikoanalisis memandang individu sebagai sistem dinamik yang tunduk pada hukum-hukum dinamika, dapat berubah dan dapat saling bertukar energi. ( Hjelle & Ziegler,1992)
B. Sejarah Psikoanalisis Klasik
Lahirnya psikoanalisis dalam dunia psikologi oleh para ahli psikologi sering dianalogikan dengan revolusi Convernican dalam natural science, dicaci, ditolak tetapi akhirnya diagungkan.
Pendiri psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856-1940). Bapak psikoanalisis itu dilahirkan di Moravia pada tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Selama hampir 80 tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika Nazi menaklukkan Austria. Pada tahun 1873 masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan tamat pada tahun 1881. Freud tertarik pada neurologi yang mendorongnya mengadakan spesialisasi dalam perawatan orang-orang yang menderita gangguan syaraf. Kemudian Freud belajar selama satu tahun kepada seorang ahli penyakit jiwa Prancis yang terkenal yaitu Jean Charcot yang menggunakan metode hipnotis. Freud mencobanya tetapi tidak berhasil kemudian dia menggunakan metode dengan mengajak pasien berbicara sama seperti cara yang digunakan oleh Joseph Breuer seorang dokter di Wina. Mereka bersama-sama menulis tentang histeria yang disembuhkan dengan percakapan itu (Studien Ueber Hysterie, 1895).
Akan tetapi mereka bertentangan pendapat mengenai pentingnya faktor seksual dalam histeria. Freud berpendapat bahwa konflik-konflik seksual merupakan sebab daripada histeria. Kemudian Freud mengemukakan gagasan-gagasannya yang akhirnya merupakan dasar daripada teori psikoanalisis dan memuncak dengan terbitnya karya utamanya yang pertama: “Traumdeutung (Takdir mimpi, The Interpretation of Dream, 1900).

C. Struktur Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi atau menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya.(Alwisol, 2005:17)
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pada tahun 1920 Freud mengemukakan, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious).  Dan kemudian pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego dan super ego. Dimana satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.
1.    Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental yang masuk ke kesadaran. (Alwisol,2008)
2.    Prasadar (pereconscious)
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan dari unconscious. Materi taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri. (Alwisol,2008)
3.    Tak sadar (Unconscious)
Bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah taksadar.
a.    Id atau Das Es (Aspek Biologis)
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir yang bersifat primitive dan naluriah. Dari Id ini kemudian akan muncul Ego dan Superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan seperti insting, impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious. Freud juga menyebut Id dengan realitas psikis yang sebenar-benarnya ( The True Physic Reality).
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle) yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Pleasure principle diproses dengan dua cara, tindak refleks (reflex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata-dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/menghayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id juga tidak mampu menilai atau membedakan benar-salah, tidak tabu moral. Id berusaha memperoleh kepuasan tanda peduli keterlambatan untuk kepuasan tersebut untuk alasan apapun (egois, primitive, tidak bermoral, terburu-buru, dan pemaksa). Alasan inilah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.  Id ini lebih dominan berkuasa pada saat masa kanak-kanak namun juga dapat terjadi dimana dewasa contohnya ketika seorang karyawan telah dimarahi oleh atasannya Idnya menginginkan untuk menendang tong sampah padahal hal tersebut juga tidak berguna. Hal ini dikarenkan oleh faktor lingkungan. (Alwisol,2008)
b.    Ego atau Das Ich (aspek rasional)
Ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realita: sehingga Ego beroperasi mengikuti prinsip realita (Reality Principle). Prinsip itu dikerjakan melalui proses sekunder (Secondary Process), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses itu disebut uji realita (Reality Testing). Ego sebagian besar berada di kesadaran dan sebagian kecil beroperasi di daerah prasadar dan taksadar.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki dua tugas utama:
1.    Memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan.
2.    Menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal.
Dalam menjalankan fungsinya seringkali Das Ich harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Das Ich dan Das Ueber Ich dan dunia luar. Contohnya seorang ibu rumah tangga menyisihkan uangnya demi membeli emas untuk infestasi keluarganya. (Alwisol,2008)

c.    Superego atau Das Ueber Ich (aspek sosial atau moral)
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego. Superego bersifat non rasioal, Superego tidak mau berkompromi dengan Id ataupun Ego dalam artian Superego tidak egan-segan menghukum kesalahan yang dilakukan oleh Ego baik dalam rencana/fikiran ataupun sesuatu yang telah dilakukan. Setidaknya, superego memiliki 3  fungsi yakni:
1.    Sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri Id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
2.    Mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan kenyataan.
3.    Mendorong individu kepada kesempurnaan
Sama seperti ego, superego memiliki sumber energi yang berasal dari Id dan beroperasi pada tiga daerah kesadaran. Sistem ini menggunakan prinsip idealistik, adapun prinsip idealistik memiliki dua sub prinsip, yakni :
1.    Conscience yakni, elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan.
2.    Ego-Ideal yakni, apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan (Ego-Ideal), yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses mengembangkan konsensia dan ego-ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Tiga fungsi Superego:
1.    Mendorong Ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik.
2.    Merintangi impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat.
3.    Mengejar kesempurnaan. (Alwisol,2008)
D.  Dinamika Kepribadian
Freud menyatakan gagasan bahwa energi fisik bisa diubah menjadi energi psikis, dan sebaliknya. Yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dengan naluri-nalurinya (insting). (Koesworo,1991:46)
1.    Insting Sebagai Energi Psikis
Insting adalah perwujudan psikologik dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan. Energi insting dapat dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), obyek (object) dan daya dorong (impetus) yang dimilikinya:
-       Sumber Insting: adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan insting lapar.
-       Tujuan insting: berkaitan dengan sumber insting. Tujuan insting pada dasarnya regressive (kembali asal); berusaha kembali ke keadaan tenang seperti sebelum munculnya insting. Tujuan insting juga bersifat konservatif; mempertahankan keseimbangan organisme dengan menghilangkan stimulasi-stimulasi yang mengganggu.
-       Obyek insting: segala sesuatu yang menjembatani antara kebutuhan yang timbul dengan pemenuhannya. Energi insting dapat dipindahkan (displacement) dari obyek asli ke obyek lain yang tersedia untuk mereduksi tegangan. Jika pemindahan menjadi permanen maka proses itu disebut derivatif insting (instinct derivative).
-       Daya dorong insting: kekuatan atau intensitas keinginan berbeda-beda setiap waktu. Sebagai tenaga pendorong, jumlah kekuatan energi dari seluruh insting bersifat konstan.
Jenis-Jenis Insting
-       Insting Hidup
Insting hidup (eros) adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks. Enerji yang dipakai oleh insting hidup ini disebut libido. Freud mengakui adanya bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya yang paling di utamakan adalah insting seks. Menurutnya, insting seks bukan hanya berkenaan dengan kenikmatan organ seksual tetapi berhubungan dengan kepuasan yang diperoleh dari bagian tubuh lainnya, yang dinamakan daerah erogen.

-       Insting Mati
Insting mati atau insting destruktif (destructive instincts, disebut juga thanatos) bekerja secara sembunyi-sembunyi dibanding insting hidup. Menurut Freud, tujuan semua kehidupan adalah kematian. Freud berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk mati. Suatu derivatif insting-insting mati yang terpenting adalah dorongan agresif (aggressive drive). Insting mati mendorong orang untuk merusak diri sendiri, dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri (suicide).
Insting hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat dipuaskan dengan menggigit, mengunyah dan menelan makanan.
2.    Distribusi dan Pemakaian Energi
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis di distribusi dan dipakai oleh Id, Ego dan Superego. Jumlah energi psikis terbatas, dan ketiga unsur struktur itu bersaing untuk mendapatkannya. Kalau salah satu unsur menjadi lebih kuat maka dua yang lain menjadi lemah, kecuali ada energi baru yang ditambahkan atau dipindahkan ke sistem itu.
Pada mulanya, seluruh energi psikis menjadi milik id dan dipakai untuk memenuhi hasrat (wishfulfillment) melalui aksi refleks, proses primer. Energi itu diinvestasikan (cathects) kepada suatu objek untuk memuaskan hasrat. Proses pemakaian energi oleh id disebut pemilihan objek (object cathexes id) atau instinctual object cathexes.
Ego tidak mempunyai energi sendiri, sehingga harus menarik energi dari id. Proses pengalihan energi ini disebut identifikasi yakni proses ego mencocokkan gambaran mental dari id dengan kenyataan aktual. Id berprinsip bahwa obyek nyata harus sama dengan gambaran atau fantasi mengenai obyek yang diinginkan, sedang ego berprinsip gambaran obyek bisa berbeda dengan obyek nyata, gambaran itu harus dikonfrontasi dengan kenyataan dan peluang untuk memperolehnya. Konsep identitas ini sangat penting karena semua kemajuan kognitif adalah wujud dari gambaran mental mengenai dunia yang semakin mendekati kenyataan. Sebagian energi juga dipakai untuk mengekang id agar tidak bertindak impulsif dan irasional. Daya kekang ini disebut anticathexes yang melawan dorongan cathexes id. Antikateksis juga dipakai untuk melawan superego yang terlalu menindas kebebasan rasional. Ego melindungi diri dengan mekanisme (defense mechanism) di kala id dan superego menjadi ancaman. Ego sebagai eksekutif kepribadian memakai energi untuk mengatur aktifitas dari tiga struktur itu dalam kesatuan.
Superego mendapat energi dari id melalui proses identifikasi. Orang tua menyalurkan nilai-nilai sosial kepada anaknya melalui pemberian hadiah dan hukuman. Aturan moral mewakili usaha masyarakat untuk mengontrol dan mencegah pengungkapan dorongan primitif, terutama dorongan seksual dan agresi.
3.    Kecemasan (anxiety)
Freud memandang kecemasan sebagai bagian yang penting dari teori kepribadian yang dibuatnya, ia juga menilai bahwa kecemasan itu fundamental terhadap perkembangan pengaruh neuritis dan psikotis. Freud mengungkapkan bahwa prototype dari semua kecemasan adalah trauma kelahiran. Janin dalam rahim ibunya adalah dunia yang paling stabil dimana setiap kebutuhan dipuaskan tanpa adanya penundaan. Tetapi, saat kelahiran, organisme didorong ke lingkungan yang bermusuhan. Tiba-tiba bayi perlu mulai beradaptasi terhadap realita karena permintaan instingtualnya tidak selalu segera dapat dipenuhi. Freud membedakan 3 macam kecemasan, yaitu:
a.    Kecemasan realistik atau objektif (realistic anxiety)
Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini menjadi asal muasal timbulnya kecemasan neurotik dan kecemasan moral. Contoh kecemasan objektif yaitu gempa bumi, angin topan, dan bencana yang sejenis. Kecemasan realistik memberikan tujuan positif untuk memandu perilaku kita untuk melindungi dan menyelamatkan diri kita dari bahaya yang aktual.
b.    Kecemasan neurotik (neurotic anxiety)
Adalah sebuah ketakutan yang berasal dari masa kanak-kanak dalam sebuah konflik antara kepuasan instingtual dan realita melibatkan konflik antara Id dan Ego. Anak-anak sering dihukum bila mengekspresikan  impuls seksual dan agresif secara berlebihan. Pada tahap ini, kecemasan ini berada pada alam kesadaran, tetapi selanjutnya, ini akan ditransformasikan ke alam ketidaksadaran. Kecemasan ini merupakan ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau unsur penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang diyakininya bakal menuai hukuman.
c.    Kecemasan moral (moral anxiety)
Adalah sebuah ketakutan sebagai hasil dari konflik antara Id dan Superego. Essensinya, kecemasan moral adalah ketakutan dari kesadaran seseorang. Ketika seseorang termotivasi untuk mengekspresikan sebuah impuls instingtual yang berlawanan dengan pola moral, Superego akan membalas dendam dengan membuat kita merasa malu atau bersalah. Kecemasan moral didasarkan juga pada realitas. Anak-anak dihukum karena melanggar kode moral orangtuanya dan orang dewasa dihukum karena melanggar. Kecemasan moral timbul ketika orang melanggar standar nilai orang tua. Perbedaan kecemasan moral dan kecemasan neurotik adalah perbedaan prinsip yakni : tingkat kontrol ego. Pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam memikirkan masalahnya berkat energi superego, sedangkan pada kecemasan neurotik orang dalam keadaan distres terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berpikir jelas dan energi id menghambat penderita kecemasan neurotik membedakan antara khayalan dengan realita.

E.  Mekanisme Pertahanan Diri
Bagi Freud (W.S Winkel & Hastuti, 2005:450), mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang tekanan super ego. Menurutnya, ego mereaksi bahaya munculnya impuls id memakai dua cara:
a.    Membentengi impuls sehingga tidak dapat muncul menjadi tingkahlaku sadar.
b.    Membelokkan impuls itu sehingga intensitas aslinya dapat dilemahkan atau diubah.
Freud mendeskripsi tujuh mekanisme pertahanan; identification, displacement, repression, fictation, regression, reaction formation, projection. Pengikut-pengikutnya, Anna Freud menambah lebih dari 10 dinamika mekanisme pertahanan. Semua mekanisme pertahanan mempunyai tiga persamaan ciri:
1.    Mekanisme pertahanan itu beroperasi pada tingkat tak sadar.
2.    Mekanisme pertahanan selalu menolak, memalsu, atau memutar-balikkan kenyataan.
3.    Mekanisme pertahanan itu mengubah persepsi nyata seseorang, sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam.
Menurut Freud, jarang ada orang yang memakai hanya satu mekanisme pertahanan untuk melindungi diri dari kecemasan. Umumnya orang memakai beberapa mekanisme pertahanan, baik secara bersama-sama atau secara bergantian sesuai dengan bentuk ancamannya. (Prayitno,1998:44)
a.    Identifikasi (Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Anak mula-mula mengidentifikasi orang tuanya karena anak menganggap orang tuanya omnipotent (maha kuasa), kemudian juga mengidentifikasi guru, olahragawan, penyanyi rock, dan lain-lainnya. Apabila yang ditiru itu sesuatu yang positif, secara khusus ini disebut Introyeksi.
Identifikasi sebagai sarana ego dan superego memperoleh enerji psikis dari id. Konsep identifikasi sebagai mekanisme pertahanan sejalan dengan konsep pemindahan enerji psikis itu. Ketika ego mengidentifikasi khayalan mental dengan kenyataan hasil persepsi, itu berarti suatu hal internal dicocokkan dengan eksternal. Mekanisme pertahanan identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan:
1.    Identifikasi merupakan cara orang dapat memperoleh kembali sesuatu(obyek) yang telah hilang. Anak yang merasa ditolak orangtuanya cenderung membentuk identifikasi yang kuat dengan orangtuanya itu dengan harapan dapat memperoleh penerimaan orangtuanya.
2.    Identifikasi dipakai untuk mengatasi rasa takut. Anak mengidentifikasi larangan-larangan orangtuanya agar terhindar dari hukuman.
3.    Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru dengan mencocokkan khayalan mental dengan kenyataan. Proses identifikasi sangat penting dalam dinamika dan perkembangan kepribadian.
b.    Pemindahan/Reaksi Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)
Ketika obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak dapat dicapai karena ada rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam (antikateksis) insting itu direpres kembali ke ketidaksadaran atau ego menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan enerji dari obyek satu ke obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi tegangan. Proses mengganti obyek kateksis untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara tuntutan insting id dengan realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi.
Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :
1.    Sublimasi adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi, diterima masyarakat sebagai kultural kreatif.
2.    Subtitusi adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih mirip dengan kepuasan aslinya.
3.    Kompensasi adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal memuaskan insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.
c.    Represi (Repression) 
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran.


d.    Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi.
e.    Proyeksi (Projection) 
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau moral menjadi kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls internal yang mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri.
f.     Introyeksi (Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya, seorang anak yang meniru gaya tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi, kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga diri dan menekan perasaan rendah diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri. Pada usia berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
g. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati dibedakan dengan cinta reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif.

F.   Perkembangan Kepribadian
Teori psikoanalisa mengenai perkembangan kepribadian berlandaskan dua premis, pertama, premis bahwa kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman masa kanak-kanak awal. Kedua, energy seksual (libido) ada sejak lahir dan kemudian berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada proses-proses naluriah organism.
Freud adalah teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya kepada perkembangan kepribadian, dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal anak dalam membentuk karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun, dan perkembangan kepribadian sesudahnya sebagian besar hanya merupakan elaborasi dari struktur dasar tadi.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Tahap infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian, terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Pada umumnya kemasakan kepribadian dapat dicapai pada usia 20 tahun.
1.    Fase Oral (usia 0 - 1)
Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang dipilih oleh insting seksual. Yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau minuman. Kepuasan yang berlebihan pada fase oral, akan membentuk oral incorporation personality pada masa dewasa, yakni orang menjadi senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan atau mengumpulkan harta benda, atau gampang ditipu (mudah menelan perkataan orang lain). Sebaliknya, ketidakpuasan pada fase oral, sesudah dewasa orang menjadi tidak pernah puas, tamak (memakan apa saja) dalam mengumpulkan harta.
Tahap ini secara khusus ditandai oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang lain, khususnya ibu.
2.    Fase Anal (usia 1 - 2/3)
Pada fase ini dubur merupakan daerah pokok aktivitas dinamik, kateksis, dan antikateksis berpusat pada fungsi eliminer (pembuangan kotoran). Serta kesenangan dan kepuasan diperoleh dengan tindakan mempermainkan atau menahan kotoran (faeces). Freud yakin toilet training adalah bentuk mula dari belajar memuaskan id dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah defekasi dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntunan sosial untuk mengontrol kebutuhan defekasi. Semua bentuk kontrol diri (self control) dan penguasaan diri (self mastery) berasal dari fase anal.
3.    Fase Falis (phallic) (usia 2/3 - 5/6)
Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting. Masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiety (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan).
Oedipus kompleks adalah kateksis obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibu yang telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya yang disebut cemas dikebiri atau castration anxiety. Kecemasan ini mendorong anak laki-laki mengidentifikasi ayahnya. Ketakutan ini juga menyebabkan ditekannya keinginan seksual terhadap ibu dan rasa permusuhan terhadap ayahnya.
Pada anak perempuan rasa sayang kepada ibu berubah menjadi kecewa dan benci ketika tahu kelaminnya berbeda dengan anak laki-laki. Ibunya dianggap bertanggung jawab terhadap kastrasi kelaminnya, sehingga anak perempuan mentransfer cintanya kepada ayahnya yang memiliki organ berharga (yang juga ingin dimilikinya). Tetapi perasaan cinta itu bercampur dengan perasaan iri penis (penis envy) baik kepada ayah maupun kepada laki-laki secara umum. Oedipus kompleks pada wanita tidak direpres, cinta kepada ayah tetap menetap walaupun mengalami modifikasi karena hambatan realistik pemuasan seksual itu sendiri.
4.    Fase Laten (Latency) (usia 5/6 - 12/13)
Dari usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mengalami periode peredaan impuls seksual, disebut periode laten. Menurut Freud penurunan terjadi karena tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis.
Pada fase ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan kepuasan nonseksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan teman sebaya. Anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dibandingkan dengan masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).
5.    Fase Genital (usia 12/13 - dewasa)
Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll), dan pertmbuhan seksual primer. Pada fase ini impuls seks mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti: berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga. Pada fase falis, kateksis genital mempunyai sifat narkistik terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik, dan altruistik.


G.  Implementasi Terhadap Masyarakat
Implementasi terhadap masyarakat oleh teori ini  cenderung kepada hal pendidikan, bukan hanya dalam lingkup pendidikan di dalam sebuah instansi pendidikan formal seperti proses belajar mengajar disekolah  namun juga di dalam proses mendidik seorang anak oleh orang tuanya. Di dalam teori ini dalam proses pendidikan perlunya memberikan bimbingan sesuai dengan tingkat perkembangan. Disamping dengan tingkat perkembanganya juga diperlukan pemahaman oleh para pendidik/orang tua untuk mengerti persoalan,  kebutuhan, minat, sifat, dan kemampuan anak tersebut. Teori ini sangat berpengaruh terhadap cara mendidik seoerang guru/orang tua untuk mendidik karena jika seorang anak mendapatkan bimbingan yang baik dan tepat maka anak itu besar kemungkinan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.

H.  Implementasi Terhadap Pendidikan
Berdasarkan konsep kunci dari teori kepribadian Freud, berikut ini akan dijelaskan beberapa teorinya yang dapat diimplementasikan dalam pendidikan, yaitu:
1.    Konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan. Dengan demikian, implementasi pandangan Freud dalam pendidikan sangat memberikan kontribusi yang signifikan, terutama memberikan panduan atau acuan pada guru dalam melakukan pembelajaran dan memberikan bimbingan.
2.    Konsep teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan oleh guru yaitu membantu individu supaya mengerti diri dan lingkungannya, mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana.
3.    Konsep teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu terhadap perjalanan manusia. Dalam system pembinaan akhlak individual, islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh kembang sesuai dengan norma agama dan sosial.
4.    Teori Freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberikan arti bahwa, materi, metode, dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu.
5.    Konsep Freud tentang keridaksadaran dapat digunakan dalam proses bimbingan yang dilakukan oleh guru pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls dorongan id yang bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional.

















BAB III
PENUTUPAN
A.  KESIMPULAN DAN SARAN
1.    KESIMPULAN
Teori psikoanalisis membahas tentang manusia itu sendiri yang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan makhluk yang lain. Pada teori ini membahas tentang alam sadar, alam prasadar, dan alam tak sadar yang ada pada manusia. Teori tersebut merupakan teori yang belum sempurna. Freud mengungkapkan bahwa sebuah kesadaran diri hanya mengandalkan alam sadar kita, karena pada hakekatnya seperti Freud mengungkapkan bahwa isi atau materi ketidaksadaran memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam mengatur tingkah laku sangat kuat walaupun tidak disadari.
Sigmund Freud juga membahas tentang Id, Ego, dan superego. Ego merupakan eksekutif yang memiliki kemampuan untuk mengerti lingkungan dan akan menjadi sempurna jika bisa dikendalikan oleh superego. Teori ini juga membahas tentang dinamika, mekanisme pertahanan ego dan perkembangan kepribadian. Teori motivasi Sigmund ini juga menekankan pentingnya tahap perkembangan pertumbuhan.

2.    SARAN
Diharapkan setelah membaca makalah ini, kita dapat lebih memahami dan mendalami tentang teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud. Kami juga menyadari masih terdapat kelemahan-kelemahan. Untuk itu, kami sangat mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini dikemudian hari. Atas saran dan masukannya, kami selaku penulis makalah mengucapkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. Malang:  UMM Press.
Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang:  UMM Press.
Feist, Jess and Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Koesworo, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung: Eresco.
Suryabrata, Sumardi. 2012. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://psikologiberbicara.blogspot.com/2013/01/aliran-psikoanalisis.html
http://12013pus.blogspot.com/2013/06/sigmund-freud.html
http://ariermawan.blogspot.com/2012/09/psikoanalisis-klasik-sigmund-freud.html
http://kunt34.blogspot.com/2011/01/kepribadian-menurut-paradigma.html
http://konseling4us.wordpress.com/2011/12/13/konseling-psikoanalisis-klasik/


 

2 komentar: