TEORI PSIKOANALISIS KLASIK
![]() |
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG
2015
DAFTAR ISI
Halaman Judul
.........................................................i
Kata Pengantar
......................................................iii
BAB I Pendahuluan
..................................................1
A. Latar Belakang ...............................................1
B. Rumusan Masalah ............................................1
C. Tujuan Masalah ...............................................1
D. Manfaat..........................................................2
BAB II Pembahasan
..................................................3
A. Pengertian Psikoanalisis Klasik..........................3
B. Sejarah Psikoanalisis
Klasik..............................3
C.
Struktur Kepribadian........................................4
D. Dinamika Kepribadian.......................................7
E.
Mekanisme Pertahanan Diri..............................11
F.
Perkembangan Kepribadian...............................15
G. Implementasi Terhadap Masyarakat....................18
H.
Implementasi Terhadap Pendidikan....................18
BAB III Penutupan .................................................19
Kesimpulan dan Saran .............................................20
1. Kesimpulan ................................................20
2. Saran ........................................................20
Daftar Pustaka .......................................................21
KATA PENGANTAR
Patutlah
penulis berterimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat merampungkan makalah ini guna memahami lebih mendalam
tentang ”Teori Psikoanalisis Klasik”.
Penulisan makalah ini merupakan bagian dari proses belajar penulis. Adapun bagi
para pembaca selain berguna untuk proses perkuliahan, makalah ini berguna untuk
memperluas wawasan.
Selanjutnya,
penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan anggota, karena dengan
semangat kekeluargaan mereka telah banyak membantu penulisan makalah ini.
Akhirnya,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja sama,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Mudah-mudahan
Tuhan membalas amal baik tersebut.
Malang,
24 September 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Pada abad
ke-21 ini terdapat empat psikologi yang menonjol, salah satu diantaranya yaitu
psikoanalisis. Keberjayaan psikoanalisis antara lain disebabkan oleh para
tokohnya yaitu Freud, Jung, dan Lacan, yang
benar-benar menguasai baik psikologi dan psikiatri.
Psikoanalisis
dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang
dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, hingga menjelma
menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia. Hipotesis pokok psikoanalisis
menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh
motif-motif tidak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan
pembuat peta ketidaksadaran manusia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat diuraikan pembahasannya sebagai rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa sejarah psikoanalisis klasik?
2. Apa pengertian psikoanalisis?
3.
Apa struktur kepribadian dalam teori psikoanalisis
klasik dari Sigmund Freud?
4. Apa saja
dinamika kepribadian dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud?
5.
Apa saja mekanisme pertahanan diri dalam teori psikoanalisis
klasik dari Sigmund Freud?
6.
Apa saja tahap perkembangan kepribadiannya?
7. Apa implementasi terhadap masyarakat?
8. Apa implementasi terhapat pendidikan?
C.
TUJUAN
MASALAH
1. Untuk mengetahui sejarah psikoanalisis klasik.
2. Untuk mengetahui pengertian psikoanalisis.
3. Untuk
mengetahui struktur kepribadian dalam teori psikoanalisis klasik dari Sigmund
Freud.
4. Untuk
mengetahui dinamika-dinamika kepribadian dalam teori psikoanalisis klasik dari
Sigmund Freud.
5. Untuk
mengetahui mekanisme-mekanisme pertahanan diri dalam teori psikoanalisis klasik
dari Sigmund Freud.
6. Untuk
mengetahui tahap-tahap perkembangan kepribadian.
7. Untuk mengetahui implementasi
terhadap masyarakat.
8. Untuk mengetahui implementasi
terhadap pendidikan.
D.
MANFAAT
Teori psikoanalisis klasik dapat memberi pengetahuan
kepada tingkatan perkembangan pribadi, sesuai dengan teori ini sesorang yang
berada pada fase genital (genital stage)
dimana sudah melewati fase sebelumnya. Pada fase ini orang tersebut seharusnya
sudah bisa menggunakan superego untuk mengkontrol id dan ego ataupun untuk
menghadapi masalah-masalah yang ada dilingkungannya karena dengan mementingkan
hal tersebut akan memikirkan, merasakan, mempertimbangkan dan lebih berpikir
objektif dalam menghadapi masalah. Dengan Super ego, belajar menengerti dan
menghadapi suatu masalah dengan kepala dingin. Berusaha semaksimal
mungkin untuk berbuat sesuai dengan norma moral yang berlaku pada lingkungan
agar tidak merugikan siapapun.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Psikoanalisis Klasik
Psikoanalisis merupakan
pengetahuan psikologi yang menekankan pada dinamika, faktor-faktor psikis yang
menentukan perilaku manusia, serta pentingnya pengalaman masa kanak-kanak dalam
membentuk kepribadian masa dewasa. Psikoanalisis adalah teknik yang khusus
menyelidiki aktivitas ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisis adalah metode
interpretasi dan penyembuhan gangguan mental.
Psikoanalisis memiliki
sebutan-sebutan lain yaitu: 1) Psikologi dalam, karena menurut Freud penyebab
neurosis adalah gangguan jiwa yang tidak dapat disadari, pengaruhnya lebih
besar dari apa yang terdapat dalam kesadaran dan untuk menyelidikinya,
diperlukan upaya lebih dalam; 2) Psikodinamika, karena Psikoanalisis memandang
individu sebagai sistem dinamik yang tunduk pada hukum-hukum dinamika, dapat
berubah dan dapat saling bertukar energi. ( Hjelle & Ziegler,1992)
B. Sejarah
Psikoanalisis Klasik
Lahirnya
psikoanalisis dalam dunia psikologi oleh para ahli psikologi sering
dianalogikan dengan revolusi Convernican dalam natural science, dicaci,
ditolak tetapi akhirnya diagungkan.
Pendiri
psikoanalisis adalah Sigmund Freud (1856-1940). Bapak psikoanalisis itu dilahirkan di Moravia pada
tanggal 6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939.
Selama hampir 80 tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika
Nazi menaklukkan Austria. Pada tahun 1873 masuk fakultas kedokteran Universitas
Wina dan tamat pada tahun 1881. Freud tertarik pada neurologi yang mendorongnya
mengadakan spesialisasi dalam perawatan orang-orang yang menderita gangguan
syaraf. Kemudian Freud belajar selama satu tahun kepada seorang ahli penyakit
jiwa Prancis yang terkenal yaitu Jean Charcot yang menggunakan metode hipnotis.
Freud mencobanya tetapi tidak berhasil kemudian dia menggunakan metode dengan
mengajak pasien berbicara sama seperti cara yang digunakan oleh Joseph Breuer
seorang dokter di Wina. Mereka bersama-sama menulis tentang histeria yang
disembuhkan dengan percakapan itu (Studien Ueber Hysterie, 1895).
Akan tetapi mereka bertentangan
pendapat mengenai pentingnya faktor seksual dalam histeria. Freud berpendapat
bahwa konflik-konflik seksual merupakan sebab daripada histeria. Kemudian Freud
mengemukakan gagasan-gagasannya yang akhirnya merupakan dasar daripada teori
psikoanalisis dan memuncak dengan terbitnya karya utamanya yang pertama:
“Traumdeutung (Takdir mimpi, The Interpretation of Dream, 1900).
C. Struktur
Kepribadian
Menurut Freud, kehidupan jiwa
memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious),
dan tak sadar (unconscious). Baru
pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id,
ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi
melengkapi atau menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau
tujuannya.(Alwisol, 2005:17)
Seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa pada tahun 1920 Freud mengemukakan, kehidupan jiwa
memiliki tiga tingkatan kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious),
dan tak-sadar (unconscious). Dan kemudian pada tahun 1923 Freud
mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego dan super ego. Dimana
satu sama lain saling berkaitan serta membentuk suatu totalitas.
1.
Sadar (Conscious)
Tingkat
kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut
Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupan mental yang masuk ke kesadaran.
(Alwisol,2008)
2.
Prasadar (pereconscious)
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan
antara sadar dan taksadar. Isi preconscious
berasal dari conscious dan dari unconscious. Materi taksadar yang sudah
berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik,
seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri. (Alwisol,2008)
3.
Tak sadar (Unconscious)
Bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan
menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran
berisi insting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan
pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan
oleh kesadaran dipindah ke daerah taksadar.
a.
Id atau Das Es (Aspek Biologis)
Id adalah
sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir yang bersifat
primitive dan naluriah. Dari Id ini kemudian akan muncul Ego dan Superego.
Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan seperti
insting, impuls, dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious.
Freud juga menyebut Id dengan realitas psikis yang sebenar-benarnya ( The True Physic Reality).
Id
beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure
principle) yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa
sakit. Pleasure principle diproses dengan dua cara, tindak refleks (reflex actions) dan proses primer (primary
process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir
seperti mengejapkan mata-dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana
dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi
membayangkan/menghayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan
tegangan dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar
membayangkan makanan atau puting ibunya.
Id
juga tidak mampu menilai atau membedakan benar-salah, tidak tabu moral. Id
berusaha memperoleh kepuasan tanda peduli keterlambatan untuk kepuasan tersebut
untuk alasan apapun (egois, primitive, tidak bermoral, terburu-buru, dan
pemaksa). Alasan inilah yang kemudian membuat Id memunculkan ego. Id ini
lebih dominan berkuasa pada saat masa kanak-kanak namun juga dapat terjadi
dimana dewasa contohnya ketika seorang karyawan telah dimarahi oleh atasannya
Idnya menginginkan untuk menendang tong sampah padahal hal tersebut juga tidak
berguna. Hal ini dikarenkan oleh faktor lingkungan. (Alwisol,2008)
b.
Ego atau Das Ich (aspek rasional)
Ego
berkembang dari Id agar orang mampu menangani realita: sehingga Ego beroperasi
mengikuti prinsip realita (Reality
Principle). Prinsip itu dikerjakan melalui proses sekunder (Secondary Process), yakni berfikir
realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek
yang dimaksud. Proses itu disebut uji realita (Reality Testing). Ego sebagian besar berada di kesadaran dan
sebagian kecil beroperasi di daerah prasadar dan taksadar.
Ego adalah
eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki dua tugas utama:
1.
Memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau
insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan.
2.
Menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan
sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal.
Dalam menjalankan fungsinya seringkali Das
Ich harus mempersatukan pertentangan-pertentangan antara Das Ich dan Das Ueber Ich dan dunia
luar. Contohnya seorang ibu rumah tangga menyisihkan
uangnya demi membeli emas untuk infestasi keluarganya. (Alwisol,2008)
c.
Superego atau Das Ueber Ich (aspek sosial atau moral)
Superego adalah
kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip
idealistik (idealistic principle)
sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego. Superego
bersifat non rasioal, Superego tidak mau berkompromi dengan Id ataupun Ego
dalam artian Superego tidak egan-segan menghukum kesalahan yang dilakukan oleh
Ego baik dalam rencana/fikiran ataupun sesuatu yang telah dilakukan.
Setidaknya, superego memiliki 3 fungsi yakni:
1. Sebagai
pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri Id agar impuls-impuls
tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
2. Mengarahkan
ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral dari pada dengan kenyataan.
3. Mendorong
individu kepada kesempurnaan
Sama seperti ego, superego memiliki sumber energi yang
berasal dari Id dan beroperasi pada tiga daerah kesadaran. Sistem ini
menggunakan prinsip idealistik, adapun prinsip idealistik memiliki dua sub
prinsip, yakni :
1. Conscience yakni, elemen yang mewakili
nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial, yang
diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah
laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima
anak menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh
dilakukan.
2.
Ego-Ideal
yakni, apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima
menjadi standar kesempurnaan (Ego-Ideal),
yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses mengembangkan konsensia
dan ego-ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut
introyeksi (introjection). Sesudah
terjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Tiga fungsi Superego:
1.
Mendorong Ego menggantikan tujuan-tujuan realistik
dengan tujuan-tujuan moralistik.
2.
Merintangi impuls Id, terutama impuls seksual dan
agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat.
3.
Mengejar kesempurnaan. (Alwisol,2008)
D. Dinamika Kepribadian
Freud menyatakan
gagasan bahwa energi fisik bisa diubah menjadi energi psikis, dan sebaliknya.
Yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dengan
naluri-nalurinya (insting). (Koesworo,1991:46)
1.
Insting Sebagai Energi Psikis
Insting adalah perwujudan psikologik
dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan. Energi insting dapat dijelaskan
dari sumber (source), tujuan (aim),
obyek (object) dan daya dorong (impetus) yang dimilikinya:
-
Sumber Insting: adalah kondisi jasmaniah atau
kebutuhan. Tubuh menuntut keadaan yang seimbang terus menerus, dan
kekurangan nutrisi misalnya akan mengganggu keseimbangan sehingga memunculkan
insting lapar.
-
Tujuan insting: berkaitan dengan sumber insting. Tujuan
insting pada dasarnya regressive
(kembali asal); berusaha kembali ke keadaan tenang seperti sebelum munculnya
insting. Tujuan insting juga bersifat konservatif; mempertahankan keseimbangan
organisme dengan menghilangkan stimulasi-stimulasi yang mengganggu.
-
Obyek insting: segala sesuatu yang menjembatani antara
kebutuhan yang timbul dengan pemenuhannya. Energi insting dapat dipindahkan (displacement) dari obyek asli ke obyek
lain yang tersedia untuk mereduksi tegangan. Jika pemindahan menjadi permanen
maka proses itu disebut derivatif insting (instinct
derivative).
-
Daya dorong insting: kekuatan atau intensitas
keinginan berbeda-beda setiap waktu. Sebagai tenaga pendorong, jumlah kekuatan
energi dari seluruh insting bersifat konstan.
Jenis-Jenis
Insting
-
Insting Hidup
Insting
hidup (eros) adalah dorongan yang
menjamin survival dan reproduksi, seperti lapar, haus, dan seks. Enerji yang
dipakai oleh insting hidup ini disebut libido. Freud mengakui adanya
bermacam-macam bentuk insting hidup, namun dalam kenyataannya yang paling di
utamakan adalah insting seks. Menurutnya, insting seks bukan hanya berkenaan
dengan kenikmatan organ seksual tetapi berhubungan dengan kepuasan yang
diperoleh dari bagian tubuh lainnya, yang dinamakan daerah erogen.
-
Insting Mati
Insting mati
atau insting destruktif (destructive
instincts, disebut juga thanatos) bekerja secara sembunyi-sembunyi dibanding
insting hidup. Menurut Freud, tujuan semua kehidupan adalah kematian. Freud
berpendapat bahwa tiap orang mempunyai keinginan yang tidak disadarinya untuk
mati. Suatu derivatif insting-insting mati yang terpenting adalah dorongan
agresif (aggressive drive). Insting
mati mendorong orang untuk merusak diri sendiri, dan dorongan agresif merupakan
bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri (suicide).
Insting
hidup dan insting mati dapat saling bercampur, saling menetralkan. Makan
misalnya merupakan campuran dorongan makan dan dorongan destruktif, yang dapat
dipuaskan dengan menggigit, mengunyah dan menelan makanan.
2.
Distribusi dan Pemakaian Energi
Dinamika kepribadian ditentukan oleh cara energi psikis di distribusi dan
dipakai oleh Id, Ego dan Superego. Jumlah energi psikis terbatas, dan ketiga
unsur struktur itu bersaing untuk mendapatkannya. Kalau salah satu unsur
menjadi lebih kuat maka dua yang lain menjadi lemah, kecuali ada energi baru
yang ditambahkan atau dipindahkan ke sistem itu.
Pada mulanya, seluruh energi psikis menjadi milik id dan dipakai untuk
memenuhi hasrat (wishfulfillment)
melalui aksi refleks, proses primer. Energi itu diinvestasikan (cathects) kepada suatu objek untuk
memuaskan hasrat. Proses pemakaian energi oleh id disebut pemilihan objek (object cathexes id) atau instinctual object cathexes.
Ego tidak mempunyai energi sendiri, sehingga harus menarik energi dari id.
Proses pengalihan energi ini disebut identifikasi yakni proses ego mencocokkan
gambaran mental dari id dengan kenyataan aktual. Id berprinsip bahwa obyek
nyata harus sama dengan gambaran atau fantasi mengenai obyek yang diinginkan,
sedang ego berprinsip gambaran obyek bisa berbeda dengan obyek nyata, gambaran
itu harus dikonfrontasi dengan kenyataan dan peluang untuk memperolehnya.
Konsep identitas ini sangat penting karena semua kemajuan kognitif adalah wujud
dari gambaran mental mengenai dunia yang semakin mendekati kenyataan. Sebagian
energi juga dipakai untuk mengekang id agar tidak bertindak impulsif dan
irasional. Daya kekang ini disebut anticathexes yang melawan dorongan cathexes
id. Antikateksis juga dipakai untuk melawan superego yang terlalu menindas
kebebasan rasional. Ego melindungi diri dengan mekanisme (defense mechanism) di kala id dan superego menjadi ancaman. Ego
sebagai eksekutif kepribadian memakai energi untuk mengatur aktifitas dari tiga
struktur itu dalam kesatuan.
Superego mendapat energi dari id melalui proses identifikasi. Orang tua menyalurkan
nilai-nilai sosial kepada anaknya melalui pemberian hadiah dan hukuman. Aturan
moral mewakili usaha masyarakat untuk mengontrol dan mencegah pengungkapan
dorongan primitif, terutama dorongan seksual dan agresi.
3.
Kecemasan (anxiety)
Freud memandang
kecemasan sebagai bagian yang penting dari teori kepribadian yang dibuatnya, ia
juga menilai bahwa kecemasan itu fundamental terhadap perkembangan pengaruh
neuritis dan psikotis. Freud mengungkapkan bahwa prototype dari semua
kecemasan adalah trauma kelahiran. Janin dalam rahim ibunya adalah dunia yang
paling stabil dimana setiap kebutuhan dipuaskan tanpa adanya penundaan. Tetapi,
saat kelahiran, organisme didorong ke lingkungan yang bermusuhan. Tiba-tiba
bayi perlu mulai beradaptasi terhadap realita karena permintaan instingtualnya
tidak selalu segera dapat dipenuhi. Freud membedakan 3 macam kecemasan, yaitu:
a.
Kecemasan realistik atau objektif (realistic anxiety)
Adalah takut kepada bahaya yang nyata ada di dunia luar. Kecemasan ini
menjadi asal muasal timbulnya kecemasan neurotik dan kecemasan moral. Contoh
kecemasan objektif yaitu gempa bumi, angin topan, dan bencana yang sejenis.
Kecemasan realistik memberikan tujuan positif untuk memandu perilaku kita untuk
melindungi dan menyelamatkan diri kita dari bahaya yang aktual.
b.
Kecemasan neurotik (neurotic anxiety)
Adalah
sebuah ketakutan yang berasal dari masa kanak-kanak dalam sebuah konflik antara
kepuasan instingtual dan realita melibatkan konflik antara Id dan Ego. Anak-anak
sering dihukum bila mengekspresikan impuls seksual dan agresif secara
berlebihan. Pada tahap ini, kecemasan ini berada pada alam kesadaran, tetapi
selanjutnya, ini akan ditransformasikan ke alam ketidaksadaran. Kecemasan ini
merupakan ketakutan terhadap hukuman yang bakal diterima dari orang tua atau unsur
penguasa lainnya kalau seseorang memuaskan insting dengan caranya sendiri, yang
diyakininya bakal menuai hukuman.
c.
Kecemasan moral (moral
anxiety)
Adalah
sebuah ketakutan sebagai hasil dari konflik antara Id dan Superego. Essensinya,
kecemasan moral adalah ketakutan dari kesadaran seseorang. Ketika seseorang
termotivasi untuk mengekspresikan sebuah impuls instingtual yang berlawanan
dengan pola moral, Superego akan membalas dendam dengan membuat kita merasa
malu atau bersalah. Kecemasan moral didasarkan juga pada realitas. Anak-anak
dihukum karena melanggar kode moral orangtuanya dan orang dewasa dihukum karena
melanggar. Kecemasan moral timbul ketika orang melanggar standar nilai orang tua. Perbedaan
kecemasan moral dan kecemasan neurotik adalah perbedaan prinsip yakni : tingkat
kontrol ego. Pada kecemasan moral orang tetap rasional dalam memikirkan
masalahnya berkat energi superego, sedangkan pada kecemasan neurotik orang
dalam keadaan distres terkadang panik sehingga mereka tidak dapat berpikir
jelas dan energi id menghambat penderita kecemasan neurotik membedakan antara
khayalan dengan realita.
E. Mekanisme Pertahanan Diri
Bagi Freud (W.S Winkel &
Hastuti, 2005:450), mekanisme pertahanan adalah strategi yang dipakai individu
untuk bertahan melawan ekspresi impuls id serta menentang tekanan super ego.
Menurutnya, ego mereaksi bahaya munculnya impuls id memakai dua cara:
a.
Membentengi impuls sehingga tidak dapat muncul menjadi
tingkahlaku sadar.
b.
Membelokkan impuls itu sehingga intensitas aslinya
dapat dilemahkan atau diubah.
Freud mendeskripsi tujuh mekanisme pertahanan; identification,
displacement, repression, fictation, regression, reaction formation,
projection. Pengikut-pengikutnya, Anna Freud menambah lebih dari 10 dinamika
mekanisme pertahanan. Semua mekanisme pertahanan mempunyai tiga persamaan ciri:
1.
Mekanisme pertahanan itu beroperasi pada tingkat tak
sadar.
2.
Mekanisme pertahanan selalu menolak, memalsu, atau
memutar-balikkan kenyataan.
3.
Mekanisme pertahanan itu mengubah persepsi nyata
seseorang, sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam.
Menurut Freud, jarang ada orang yang memakai hanya satu mekanisme
pertahanan untuk melindungi diri dari kecemasan. Umumnya orang memakai beberapa
mekanisme pertahanan, baik secara bersama-sama atau secara bergantian sesuai
dengan bentuk ancamannya. (Prayitno,1998:44)
a.
Identifikasi (Identification)
Cara mereduksi tegangan dengan
meniru (mengimitasi) atau mengidentifikasikan diri dengan orang yang dianggap
lebih berhasil memuaskan hasratnya dibanding dirinya. Anak mula-mula
mengidentifikasi orang tuanya karena anak menganggap orang tuanya omnipotent (maha
kuasa), kemudian juga mengidentifikasi guru, olahragawan, penyanyi rock, dan
lain-lainnya. Apabila yang ditiru itu sesuatu yang positif, secara khusus ini
disebut Introyeksi.
Identifikasi sebagai sarana ego dan
superego memperoleh enerji psikis dari id. Konsep identifikasi sebagai
mekanisme pertahanan sejalan dengan konsep pemindahan enerji psikis itu. Ketika
ego mengidentifikasi khayalan mental dengan kenyataan hasil persepsi, itu
berarti suatu hal internal dicocokkan dengan eksternal. Mekanisme pertahanan
identifikasi umumnya dipakai untuk tiga macam tujuan:
1.
Identifikasi merupakan cara orang dapat memperoleh
kembali sesuatu(obyek) yang telah hilang. Anak yang merasa ditolak orangtuanya
cenderung membentuk identifikasi yang kuat dengan orangtuanya itu dengan
harapan dapat memperoleh penerimaan orangtuanya.
2.
Identifikasi dipakai untuk mengatasi rasa takut. Anak
mengidentifikasi larangan-larangan orangtuanya agar terhindar dari hukuman.
3.
Melalui identifikasi orang memperoleh informasi baru
dengan mencocokkan khayalan mental dengan kenyataan. Proses identifikasi sangat
penting dalam dinamika dan perkembangan kepribadian.
b.
Pemindahan/Reaksi
Kompromi (Displacement/Reactions Compromise)
Ketika obyek kateksis asli yang dipilih oleh insting tidak
dapat dicapai karena ada rintangan dari luar (sosial, alami) atau dari dalam
(antikateksis) insting itu direpres kembali ke ketidaksadaran atau ego
menawarkan kateksis baru, yang berarti pemindahan enerji dari obyek satu ke
obyek yang lain, sampai ditemukan obyek yang dapat mereduksi tegangan. Proses mengganti obyek kateksis
untuk meredakan ketegangan, adalah kompromi antara tuntutan insting id dengan
realitas ego, sehingga disebut juga reaksi kompromi.
Ada tiga macam reaksi kompromi, yaitu :
1.
Sublimasi
adalah kompromi yang menghasilkan prestasi budaya yang lebih tinggi, diterima
masyarakat sebagai kultural kreatif.
2.
Subtitusi
adalah pemindahan atau kompromi dimana kepuasan yang diperoleh masih mirip
dengan kepuasan aslinya.
3.
Kompensasi
adalah kompromi dengan mengganti insting yang harus dipuaskan. Gagal memuaskan
insting yang satu diganti dengan memberi kepuasan insting yang lain.
c.
Represi
(Repression)
Represi adalah proses ego memakai kekuatan anticathexes untuk
menekan segala sesuatu (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat menimbulkan
kecemasan keluar dari kesadaran.
d. Fiksasi dan Regresi (Fixation and Regression)
Fiksasi adalah terhentinya perkembangan normal pada tahap
perkembangan tertentu karena perkembangan lanjutannya sangat sukar sehingga
menimbulkan frustasi dan kecemasan yang terlalu kuat. Orang memilih untuk
berhenti (fiksasi) pada tahap perkembangan tertentu dan menolak untuk bergerak
maju, karena merasa puas dan aman ditahap itu.
Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi.
Frustasi, kecemasan dan pengalaman traumatik yang sangat kuat pada tahap perkembangan tertentu, dapat berakibat orang regresi : mundur ke tahap perkembangan yang terdahulu, dimana dia merasa puas disana.
Perkembangan kepribadian yang normal berarti terus bergerak maju atau progresif. Munculnya dorongan yang menimbulkan kecemasan akan direspon dengan regresi. Orang yang puas berada ditahap perkembangan tertentu, tidak mau progres disebut fiksasi. Progresi yang gagal membuat orang menarik diri atau regresi.
e. Proyeksi (Projection)
Proyeksi adalah mekanisme mengubah kecemasan neurotis atau
moral menjadi kecemasan realistis, dengan cara melemparkan impuls-impuls
internal yang mengancam dipindahkan ke obyek di luar, sehingga seolah-olah
ancaman itu terproyeksi dari obyek eksternal kepada diri orang itu sendiri.
f.
Introyeksi
(Introjection)
Introyeksi adalah mekanisme pertahanan dimana seseorang
meleburkan sifat-sifat positif orang lain ke dalam egonya sendiri. Misalnya,
seorang anak yang meniru gaya tingkahlaku bintang film menjadi introyeksi,
kalau peniruan itu dapat meningkatkan harga diri dan menekan perasaan rendah
diri, sehingga anak itu merasa lebih bangga dengan dirinya sendiri. Pada usia
berapapun, manusia bisa mengurangi kecemasan yang terkait dengan perasaan
kekurangan dengan cara mengadopsi atau melakukan introyeksi atas nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, dan perilaku orang lain.
g. Pembentukan Reaksi (Reaction Formation)
Tindakan defensif dengan cara mengganti impuls atau perasaan
yang menimbulkan kecemasan dengan impuls atau perasaan lawan/kebalikannya dalam
kesadaran, misalnya benci diganti cinta, rasa bermusuhan diganti dengan
ekspresi persahabatan. Timbul masalah bagaimana membedakan ungkapan asli suatu
impuls dengan ungkapan pengganti reaksi formasi : bagaimana cinta sejati
dibedakan dengan cinta reaksi formasi. Biasanya reaksi formasi ditandai oleh
sifat serba berlebihan, ekstrim, dan kompulsif.
F. Perkembangan Kepribadian
Teori psikoanalisa
mengenai perkembangan kepribadian berlandaskan dua premis, pertama, premis
bahwa kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman masa
kanak-kanak awal. Kedua, energy seksual (libido) ada sejak lahir dan kemudian
berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada
proses-proses naluriah organism.
Freud adalah teoritisi pertama yang
memusatkan perhatiannya kepada perkembangan kepribadian, dan menekankan
pentingnya peran masa bayi dan awal anak dalam membentuk karakter seseorang.
Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun,
dan perkembangan kepribadian sesudahnya sebagian besar hanya merupakan
elaborasi dari struktur dasar tadi.
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap
infantil (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12
tahun). Tahap infantil yang paling menentukan dalam membentuk kepribadian,
terbagi menjadi tiga fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Pada umumnya
kemasakan kepribadian dapat dicapai pada usia 20 tahun.
1.
Fase Oral (usia 0 - 1)
Pada fase ini mulut merupakan daerah
pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang dipilih oleh insting
seksual. Yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan
makanan atau minuman. Kepuasan yang berlebihan pada fase oral, akan
membentuk oral incorporation personality pada masa dewasa, yakni
orang menjadi senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan atau mengumpulkan harta
benda, atau gampang ditipu (mudah menelan perkataan orang lain). Sebaliknya,
ketidakpuasan pada fase oral, sesudah dewasa orang menjadi tidak pernah puas,
tamak (memakan apa saja) dalam mengumpulkan harta.
Tahap ini secara khusus ditandai
oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perlindungan dari orang
lain, khususnya ibu.
2.
Fase Anal (usia 1 - 2/3)
Pada fase ini dubur merupakan daerah
pokok aktivitas dinamik, kateksis, dan antikateksis berpusat pada fungsi
eliminer (pembuangan kotoran). Serta kesenangan dan kepuasan
diperoleh dengan tindakan mempermainkan atau menahan kotoran (faeces). Freud yakin toilet training adalah
bentuk mula dari belajar memuaskan id dan superego sekaligus, kebutuhan id
dalam bentuk kenikmatan sesudah defekasi dan kebutuhan superego dalam bentuk
hambatan sosial atau tuntunan sosial untuk mengontrol kebutuhan defekasi. Semua
bentuk kontrol diri (self control)
dan penguasaan diri (self mastery)
berasal dari fase anal.
3.
Fase Falis (phallic) (usia 2/3 - 5/6)
Pada fase ini alat kelamin merupakan
daerah erogen terpenting. Masturbasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada
saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang
mengawali berbagai pergantian kateksis obyek yang penting. Perkembangan
terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti
fenomena castration anxiety (pada
laki-laki) dan penis envy (pada
perempuan).
Oedipus kompleks adalah kateksis
obyek seksual kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap
orang tua sejenis. Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai
ibu yang telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan
dalam merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah
berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan
persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya yang
disebut cemas dikebiri atau castration anxiety. Kecemasan ini mendorong anak
laki-laki mengidentifikasi ayahnya. Ketakutan ini juga menyebabkan ditekannya
keinginan seksual terhadap ibu dan rasa permusuhan terhadap ayahnya.
Pada anak perempuan rasa sayang
kepada ibu berubah menjadi kecewa dan benci ketika tahu kelaminnya berbeda
dengan anak laki-laki. Ibunya dianggap bertanggung jawab terhadap kastrasi
kelaminnya, sehingga anak perempuan mentransfer cintanya kepada ayahnya yang
memiliki organ berharga (yang juga ingin dimilikinya). Tetapi perasaan cinta
itu bercampur dengan perasaan iri penis (penis envy) baik kepada ayah maupun
kepada laki-laki secara umum. Oedipus kompleks pada wanita tidak direpres,
cinta kepada ayah tetap menetap walaupun mengalami modifikasi karena hambatan
realistik pemuasan seksual itu sendiri.
4.
Fase Laten (Latency) (usia 5/6 - 12/13)
Dari usia 5 atau 6 tahun sampai
remaja, anak mengalami periode peredaan impuls seksual, disebut periode laten.
Menurut Freud penurunan terjadi karena tidak adanya daerah erogen baru yang
dimunculkan oleh perkembangan biologis.
Pada fase ini anak mengembangkan
kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasan libido dengan kepuasan
nonseksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan, dan hubungan
teman sebaya. Anak menjadi lebih mudah mempelajari sesuatu dibandingkan dengan
masa sebelum dan sesudahnya (masa pubertas).
5.
Fase Genital (usia 12/13 - dewasa)
Fase ini dimulai dengan perubahan
biokimia dan fisologi dalam diri remaja. Sistem endokrin memproduksi
hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara,
rambut, buah dada, dll), dan pertmbuhan seksual primer. Pada fase ini impuls
seks mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti: berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga. Pada
fase falis, kateksis genital mempunyai sifat narkistik terjadi perubahan dari
anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik, dan
altruistik.
G. Implementasi Terhadap Masyarakat
Implementasi terhadap
masyarakat oleh teori ini cenderung
kepada hal pendidikan, bukan hanya dalam lingkup pendidikan di dalam sebuah
instansi pendidikan formal seperti proses belajar mengajar disekolah
namun juga di dalam proses mendidik seorang anak oleh orang tuanya. Di dalam
teori ini dalam proses pendidikan perlunya memberikan bimbingan sesuai dengan
tingkat perkembangan. Disamping dengan tingkat perkembanganya juga diperlukan
pemahaman oleh para pendidik/orang tua untuk mengerti persoalan, kebutuhan, minat, sifat, dan kemampuan anak
tersebut. Teori ini sangat berpengaruh terhadap cara mendidik seoerang guru/orang
tua untuk mendidik karena jika seorang anak mendapatkan bimbingan yang baik dan
tepat maka anak itu besar kemungkinan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.
H. Implementasi Terhadap Pendidikan
Berdasarkan konsep kunci dari teori kepribadian Freud,
berikut ini akan dijelaskan beberapa teorinya yang dapat diimplementasikan
dalam pendidikan, yaitu:
1.
Konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang
memiliki kebutuhan dan keinginan. Dengan demikian, implementasi pandangan Freud
dalam pendidikan sangat memberikan kontribusi yang signifikan, terutama
memberikan panduan atau acuan pada guru dalam melakukan pembelajaran dan
memberikan bimbingan.
2.
Konsep teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang
dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan oleh guru yaitu
membantu individu supaya mengerti diri dan lingkungannya, mampu memilih,
memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana.
3.
Konsep teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh
masa lalu terhadap perjalanan manusia. Dalam system pembinaan akhlak
individual, islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan
anak-anaknya agar dapat tumbuh kembang sesuai dengan norma agama dan sosial.
4.
Teori Freud tentang tahapan perkembangan kepribadian
individu dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun
pendekatan. Konsep ini memberikan arti bahwa, materi, metode, dan pola
bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu.
5.
Konsep Freud tentang keridaksadaran dapat digunakan
dalam proses bimbingan yang dilakukan oleh guru pada individu dengan harapan
dapat mengurangi impuls-impuls dorongan id yang bersifat irrasional sehingga
berubah menjadi rasional.
BAB
III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN DAN SARAN
1.
KESIMPULAN
Teori
psikoanalisis membahas tentang manusia itu sendiri yang mempunyai kepribadian
yang berbeda dengan makhluk yang lain. Pada teori ini membahas tentang alam
sadar, alam prasadar, dan alam tak sadar yang ada pada manusia. Teori tersebut
merupakan teori yang belum sempurna. Freud mengungkapkan bahwa sebuah kesadaran
diri hanya mengandalkan alam sadar kita, karena pada hakekatnya seperti Freud mengungkapkan
bahwa isi atau materi ketidaksadaran memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan
terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam mengatur tingkah laku sangat kuat
walaupun tidak disadari.
Sigmund
Freud juga membahas tentang Id, Ego, dan superego. Ego merupakan eksekutif yang
memiliki kemampuan untuk mengerti lingkungan dan akan menjadi sempurna jika
bisa dikendalikan oleh superego. Teori ini juga membahas tentang dinamika,
mekanisme pertahanan ego dan perkembangan kepribadian. Teori motivasi Sigmund
ini juga menekankan pentingnya tahap perkembangan pertumbuhan.
2.
SARAN
Diharapkan setelah
membaca makalah ini, kita dapat lebih memahami dan mendalami tentang teori
psikoanalisis klasik dari Sigmund Freud. Kami
juga menyadari masih terdapat kelemahan-kelemahan. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini
dikemudian hari. Atas saran dan masukannya, kami selaku penulis makalah
mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol.
2008. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Alwisol.
2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Feist, Jess and Gregory J.
Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Koesworo, E. 1991. Teori-Teori
Kepribadian. Bandung: Eresco.
Suryabrata, Sumardi. 2012.
Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
http://psikologiberbicara.blogspot.com/2013/01/aliran-psikoanalisis.htmlhttp://12013pus.blogspot.com/2013/06/sigmund-freud.html
http://ariermawan.blogspot.com/2012/09/psikoanalisis-klasik-sigmund-freud.html
http://kunt34.blogspot.com/2011/01/kepribadian-menurut-paradigma.html
http://konseling4us.wordpress.com/2011/12/13/konseling-psikoanalisis-klasik/
thanks blog nya sangat bermanfaat
BalasHapusMy blog
Sama-sama, mohon masukan dan kritikannya :)
Hapus