KONSELING INDIVIDUAL DAN
TEKNIK – TEKNIK DASAR DALAM KONSELING
TEKNIK – TEKNIK DASAR DALAM KONSELING
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
OLEH ZULFIL LAILY S.Pd
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Proses konseling adalah suatu proses bersifat sistematis yang
dilakukan oleh konselor dan klien untuk memecahkan masalah klien . Ada
tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang
sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh
data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien.
Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya
2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian proses konseling?
b. Bagaimana proses konseling tersebut?
c. Bagaimana tahap-tahap atau langkah-langkah proses konseling
tersebut?
a. Agar mahasiswa memahami apa yang dimaksud dengan proses konseling.
b. Agar mahasiswa memahami bagaimana proses konseling.
c. Agar mahasiswa memahami bagaimana tahap-tahap atau langkah-langkah
dalam proses konseling tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Konseling
Menurut Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling,
(2011: 83), Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan
yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi
sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai
diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intakeinterview adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien.
Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya. Menurut Tohirin,
Bimbingan Konseling di Sekolah dan Madrasah Proses konseling dapat ditempuh
dengan beberapa langkah yaitu:
1. Menentukan masalah
Proses
Identifikasi Masalah atau menentukan masalah dalam konseling dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi masalah (identifikasi
kasus-kasus) yang dialami oleh klien. Setelah semua masalah teridentifikasi
untuk menentukan masalah mana untuk dipecahkan harus menggunakan prinsip skala
prioritas. Penetapan skala prioritas ditentukan oleh dasar akibat atau dampak
yang lebih besar terjadi apabila masalah tersebut tidak dipecahkan. Pada tahap
ini konselor diharapkan aktif dalam mencegah permasalahan klien. Konselor perlu
lebih banyak memberikan pertanyaan terbuka dan mendengar aktif(active listening) terhadap apa yang dikemukakan
oleh klien. Mendengar aktif adalah suatu keterampilan menahan diri untuk tidak
berbicara, tidak mendengarkan secara seksama, mengingat-ingat dan memahami
perkataan klien, dan menganalisis secara seksama terhadap penjelasan klien yang
relevan dan yang tidak relevan.
Ety Nurhayati dalam bukunya Bimbingan Konseling, dan Psikoterapi
Inovatif (2011: 196) Bukan pekerjaan yang sederhana mengikuti alur berbicara
seseorang sambil menahan diri tidak memotong, mengomentari, dan mendominasi
pembicaraan. Mengembangkan keterampilan mendengarkan aktif akan sangat membantu
menciptakan rasa aman klien. Selain itu metode klarifikasi dan refleksi perlu
digunakan untuk memperoleh kejelasan duduk persoalan klien. Tujuan tahap ini
menggali permasalah yang dialami klien, sehingga klien dapat menguraikan dan
mendudukkan masalah secara tepat dan jelas.
2. Pengumpulan data,
Setelah
ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling, selanjutnya adalah
mengumpulkan data siswa yang bersangkutan. Data yang dikumpulkan harus secara
komprehensif (menyeluruh) meliputi: data diri, data orang tua, data pendidikan,
data kesehatan dan data lingkungan.
Data
diri bisa mencakup (nama lengkap, nama panggilan, jenis kelamin, anak keberapa,
status anak dalam keluarga (anak kandung, anak tiri, atau anak angkat), tempat
tanggal lahir, agama, pekerjaan, penghasilan setiap bulan, alamat, dan nama
bapak atau ibu. Data pendidikan dapat mencakup: tingkat pendidikan, status
sekolah, lokasi sekolah, sekolah sebelumnya, kelas berapa, dan lain-lain.
3. Analisis data
Data-data
yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Data hasil tes bisa dianalisis
secara kuantitatif dan data hasil non tes dapat dianalisis secara kualitatif.
Dari data yang dianalisis akan diketahui siapa konseli kita sesungguhnya dan
apa sesungguhnya masalah yang dihadapi konseli kita.
4. Diagnosis
Diagnosis
merupakan usaha konselor menetapkan latar belakang masalah atau faktor-faktor
penyebab timbulnya masalah pada klien.
5. Prognosis
Setelah
diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada klien selanjutnya
konselor menetapkan langkah-langkah bantuan yang diambil.
6. Terapi
Setelah
ditetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian bantuan selanjutnya adalah
melaksanakan jenis bantuan yang telah ditetapkan. Dalam contoh diatas,
pembimbing atau konselor melaksanakan bantuan belajar atau bantuan sosial yang
ditetapkan untuk memecahkan masalah konseli.
7. Evaluasi dan Follow Up
Sebelum
mengakhiri hubungan konseling, konselor dapat mengevaluasi berdasarkanperformace klien yang terpancar dari
kata-kata, sikap, tindakan, dan bahasa tubuhnya. Jika menunjukkan indicator
keberhasilan, pengakhiran konseling dapat dibuat. Evaluasi dilakukan untuk
melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak.
Apabila sudah memberikan hasil apa langkah-langkah selanjutnya yang perlu
diambil, begitu juga sebaliknya apabila belum berhasil apa langkah-langkah yang
diambil berikutnya. Dan Aswadi, Iyadah dan Taskiyah,(2009:40) dalam langkah Follow Up atau tindak lanjut dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka
waktu yang lebih lama.
Abrego,
Brammer, Shostrom (2005:98) dalam buku Dasar-dasar Konseling dan Psikoterapi
milik Namora Lubis Lumongga (2011:70) Memberikan langkah-langkah
konseling sebagai berikut:
1. Membangun Hubungan
Membangun
hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling, karena klien dan konselor
harus saling mengenal dan menjalin kedekatan emosinal sebelum sampai
pada pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini, konselor harus menunjukkan bahwa
ia dapat dipercaya dan kompeten dalam menangani masalah klien. Willis (2009)
mengatakan bahwa dalam hubungan konseling harus berbentuk a working relationship yaitu hubungan yang berfungsi, bermakna, dan berguna. Konselor dan
klien saling terbuka satu sama lain tanpa ada kepura-puraan. Selain itu,
konselor dapat melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Keberhasilan
pada tahap ini menentukan keberhasilan langkah konseling selanjutnya.
Bimo
Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi
dan Karir), Andi Offset, (Yogyakarta, 2005)
hal 187 Membangun hubungan konseling juga dapat dimanfaatkan konselor untuk
menentukan sejauh mana klien mengetahui kebutuhannya dan harapan apa yang ingin
dia capai dalam konseling. Konselor juga dapat meminta klien agar berkomitmen
menjalani konseling dengan sungguh-sungguh.
Tahapan
ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara konselor dan klien adakalanya belum saling
mengenal. Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu perkenalan yang
memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam membina hubungan
dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan. Konselor
memperkenalkan diri secara “sederhana”, yang tidak memberikan kesan bahwa
konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
Pada tahap ini konselor membina
hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan perhatian, penerimaan,
penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat dengan dan percaya
kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh untuk mengemukakan
masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan suka rela
termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
Jeanette
Murad, Dasar-Dasar Konseling, (Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008) hal 98,Tahapan ini
merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara konselor dan klien adakalanya belum saling
mengenal. Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu perkenalan yang
memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam membina hubungan
dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan. Konselor
memperkenalkan diri secara “sederhana”, yang tidak memberikan kesan bahwa konselor
lebih tinggi statusnya daripada klien.
Pada
tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan
perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat
dengan dan percaya kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh
untuk mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien
dengan suka rela termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
2. Identifikasi dan penilaian masalah
Apabila
hubungan konseling telah berjalan baik, maka langkah selanjutnya adalah memulai
mendiskusikan sasaran-sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang
menjadi ukuran keberhasilan konseling. Konselor memperjelas tujuan yang ingin
dicapai oleh mereka berdua. Hal yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana
keterampilan konselor dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien.
Pengungkapan masalah klien kemudian diidentifikasi dan didiagnosa secara
cermat. Seringkali klien tidak begitu jelas mengungkapkan masalahnya. Apabila
ini terjadi konselor harus membantu klien mendefinisikan masalahnya secara
tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam diagnosa.
3. Memfasilitasi perubahan konseling
Langkah
berikutnya adalah konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi
yang akan digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Harus dipertimbangkan
pula bagaimana konsekuensi dari alternatif dan strategi tersebut. Jangan sampai
pendekatkan dan strategi yang digunakan bertentangan dengan nilai-nilai yang
terdapat pada diri klien, karena akan menyebabkan klien otomatis menarik
dirinya dan menolak terlibat dalam proses konseling. Ada beberapa strategi yang
dikemukakan oleh Willis (2009) untuk mempertimbangkan dalam konseling:
a. Mengkomunikasikan nilai-nilai inti agar klien selalu jujur dan
terbuka sehingga dapat mengali lebih dalam masalahnya.
b. Menantang klien untuk mencari rencana dan strategi baru melalui
berbagai alternatif. Hal ini akan membuatnya termotivasi untuk meningkatkan
dirinya sendiri
Pada langkah ini terlihat
dengan jelas bagaimana proses konseling berjalan. Apakah terjadi perubahan
strategi atau alternatif. Yang telah disusun? Sudah tepat atau malah tidak
sesuai?. Proses konseling berjalan-jalan terus-meneruspada akhirnya sampai
kepada pemecahan masalah.
4. Evaluasi dan Terminasi
Langkah keempat ini adalah
langkah terakhir dalam proses konseling secara umum. Evaluasi terhadap hasil
konseling akan dilakukan secara keseluruhan. Yang menjadi ukuran keberhasilan
konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang kearah
yang lebih positif. Menurut Willis (2009) pada langkah terakhir sebuah proses
konseling ditandai pada beberapa hal:
1. Menurunnya tingkat kecemasan klien
2. Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat
dan dinamis.
3. Adanya rencana hidup dimasa mendatang dengan program yang jelas
4. Terjadi perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien
sudah mampu berfikir realistis dan percaya diri.
Dan untuk melaksanakan konseling
islami dapat ditempuh dengan beberapa langkah berikut:
1. Menciptakan hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh
penerimaan dan keakraban dan keterbukaan.
2. Meyakinkan klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang
dibicarakan dalam proses konseling sepanjang klien tidak menghendaki diketahui
orang lain
3. Wawancara awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal
klien, masalahnya, lingkungannya, dan sekaligus membantu klien mengenali dan
menyadari dirinya.
4. Mengeksplorasi masalah dengan perspektif islam (pada langkah ini
konselor mencoba menelusuri tingkat pengetahuan dan pemahaman individu akan
hakekat masalahnya dalam pandangan islam)
5. Mendorong klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri
apakah ada kewajiban yang belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang
salah, sudah bersihkan jiwanya dari berbagai penyakit hati)
6. Mengeksplorasi tujuan hidup dan hakikat hidup menurut klien,
selanjutnya merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai oleh
klien dalam menghadapi masalahnya.
7. Mendorong klien menggunakan hati/qolb/dalam melihat masalah, dan
sekaligus mendorong klien mengunakan a’qalnya, dan bertanya pada hati
nuraninya.
8. Mendorong klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang
diberikan Allah dengan penuh keridhoan dan keikhlasan.
9. Mendorong klien untuk selalu bersandar dan berdo’a memohon meminta
dibukakan jalan keluar atas masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara
memperbanyak ibadah sesuai yang dicontohkan Rosulallah SAW.
10. Mendorong klien untuk mengambil
keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan perilaku yang baik (ma’ruf)
bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapi.
11. Mengarahkan klien pada keputusan-keputusan
yang dibuat.
12. Mengarahkan dan mendorong klien agar selalu
bersikap dan berperilaku islami, sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang
selalu bercermin pada Al-Qur’an dan Hadist.
13. Mendorong klien agar terus menerus berusaha
menjaga dirinya dari tunduk kepada hawa nafsunya, yang dikendalikan oleh
syaitan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup individu.
Tahapan Proses Layanan Konseling Perorangan
Oleh : Akhmad Sudrajat
Dari beberapa jenis
layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk
layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Karena layanan
yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan
konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus
Dalam praktiknya, memang strategi layanan bimbingan dan
konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat
pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan
pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru BK maupun konselor seyogyanya dapat
menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan
kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara
efektif dan efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu:
(1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja);
dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga
berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini
beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
§ Membangun
hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan
membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan
konseling, terutama asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan;
dan kegiatan.
§ Memperjelas
dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik
dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas
masalah klien.
§ Membuat
penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir
kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan
membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang
sesuai, untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi klien.
§ Menegosiasikan
kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak
waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan
konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara
konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu
terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam
seluruh rangkaian kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling
selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan,
diantaranya :
§ Menjelajahi
dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan
agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang
sedang dialaminya.
§ Konselor
melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien
meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
§ Menjaga
agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
§ Klien
merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta
menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang
dihadapinya.
§ Konselor
berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan
dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap
klien.
§ Proses
konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada
saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap
Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan,
yaitu :
§ Konselor
bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
§ Menyusun
rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah
terbangun dari proses konseling sebelumnya.
§ Mengevaluasi
jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
§ Membuat
perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya
kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat
dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya;
dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas
TEKNIK – TEKNIK DASAR DALAM
KONSELING INDIVIDUAL
Beberapa teknik dasar yang biasanya di gunakan
dalam konseling individual antara lain:
a. Attending (perhatian/menghampiri konseli)
a. Attending (perhatian/menghampiri konseli)
Attending adalah ketrampilan / teknik yang
digunakan konselor untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa
dihargai dan terbina suasana yang kondusif sehingga klien bebas mengekspresikan
/ mengungkapkan tentang apa saja yang ada dalam pikiran, perasaan ataupun
tingkah lakunya.
Contohnya posisi badan termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka serta kontak mata.
Contohnya posisi badan termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka serta kontak mata.
b. Opening(pembukaan)
Opening adalah ketrampilan / teknik untuk
membuka / memulai komunikasi dan hubungan konseling.
Hal ini dapat berupa menyambut kehadiran klien dan membicarakan topic netral dan sebagainya.
Hal ini dapat berupa menyambut kehadiran klien dan membicarakan topic netral dan sebagainya.
c. Empati
Merupakan suatu cara untuk menyatakan perasaan
konselor terhadap permasalahan konseli, konselor seperti merasakan terhadap apa
yang di rasakan konseli.
d. Rertatement(pengulangan)
Restatement adalah teknik yang digunakan
konselor untuk mengulang / menyatakan kembali pernyataan klien ( sebagian atau
seluruhnya ) yang dianggap penting.
e. Refleksi
Adalah teknik yang digunakan konselor untuk
memantulkan perasaan / sikap yang terkandung dibalik pernyataan konseli.
f. Clafication(klarifikasi)
Clafication ( klarifikasi ) adalah teknik yang
digunakan untuk mengungkapkan kembali isi pernyataan klien dengan menggunakan
kata-kata baru dan segar. Contohnya pada intinya, pada dasarnya dll.
g. Paraphrasing
Merupakan teknik konselor dalam menangkap pesan
yang tersirat di balik pembicaraan konseli.
h. Eksplorasi
Adalah suatu teknik / cara bagi konselor dalam
menggali permasahan konseli secara lebih mendalam.
i. Konfrontasi(pertentangan)
Konfrontasi ketrampilan / teknik yang digunakan
oleh konselor untuk menunjukan adanya kesenjangan, diskrepansi atau
inkronguensi dalam diri klien kemudian konselor mengumpanbalikan kepada klien.
P. Interprestasi ( penafsiran )
Interprestasi adalah ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor dimana atau karena tingkah laku klien ditafsirkan / diduga dan dimengerti dengan dikomunikasikan pada klien. Selain itu didalam interpretasi konselor menggali dan makna yang terdapat dibelakang kata-kata klien atau dibelakang perbuatan / tindakannya yang telah diceritakannya. Bertujuan membantu klien lebih memahami didiri sendiri bila mana klien bersedia mempertimbangkannya dengan pikiran terbuka.
P. Interprestasi ( penafsiran )
Interprestasi adalah ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor dimana atau karena tingkah laku klien ditafsirkan / diduga dan dimengerti dengan dikomunikasikan pada klien. Selain itu didalam interpretasi konselor menggali dan makna yang terdapat dibelakang kata-kata klien atau dibelakang perbuatan / tindakannya yang telah diceritakannya. Bertujuan membantu klien lebih memahami didiri sendiri bila mana klien bersedia mempertimbangkannya dengan pikiran terbuka.
j. Termination(pengakhiran)
Termination ( pengakhiran ) adalah ketrampilan /
teknik yang digunakan konselor untuk mengakhiri komunikasi berikutnya maupun
mengakhiri karena komunikasi konseling betul-betul telah “berakhir”.
BAB III
KESIMPULAN
Proses
konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan yang harus
dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum
memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri
klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intakeinterview adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien.
Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya. Proses konseling dapat
ditempuh dengan beberapa langkah yaitu:
1. Menentukan masalah
2. Pengumpulan data
3. Analisis data
4. Diagnosis
5. Prognosis
6. Terapi
7. Evaluasi dan Follow Up
Menurut
Abrego, Brammer, Shostrom (dikutip dari lesmana:2005) dalam dari buku
Dasar-dasar Konseling dan Psikoterapi milik Namora Lubis Lumongga . Memberikan
langkah-langkah konseling sebagai berikut:
1. Membangun Hubungan
2. Identifikasi dan penilaian masalah
3. Menfasilitasi perubahan klien
4. Evaluasi dan terminasi
Dan
untuk melaksanakan konseling islami dapat ditempuh dengan beberapa langkah
berikut:
1. Menciptakan hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh
penerimaan dan keakraban dan keterbukaan.
2. Meyakinkan klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang
dibicarakan dalam proses konseling sepanjang klien tidak menghendaki diketahui
orang lain
3. Wawancara awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal
klien, masalahnya, lingkungannya, dan sekaligus membantu klien mengenali dan
menyadari dirinya.
4. Mengeksplorasi masalah dengan perspektif islam (pada langkah ini
konselor mencoba menelusuri tingkat pengetahuan dan pemahaman individu akan
hakekat masalahnya dalam pandangan islam)
5. Mendorong klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri
apakah ada kewajiban yang belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang
salah, sudah bersihkan jiwanya dari berbagai penyakit hati)
6. Mengeksplorasi tujuan hidup dan hakikat hidup menurut klien,
selanjutnya merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai oleh
klien dalam menghadapi masalahnya.
7. Mendorong klien menggunakan hati/qolb/dalam melihat masalah, dan
sekaligus mendorong klien mengunakan a’qalnya, dan bertanya pada hati
nuraninya.
8. Mendorong klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang
diberikan Allah dengan penuh keridhoan dan keikhlasan.
9. Mendorong klien untuk selalu bersandar dan berdo’a memohon meminta
dibukakan jalan keluar atas masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara
memperbanyak ibadah sesuai yang dicontohkan Rosulullah SAW.
10. Mendorong klien untuk mengambil
keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan perilaku yang baik (ma’ruf)
bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapi.
11. Mengarahkan klien pada keputusan-keputusan
yang dibuat.
12. Mengarahkan dan mendorong klien agar selalu
bersikap dan berperilaku islami, sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang
selalu bercermin pada Al-Qur’an dan Hadist.
13. Mendorong klien agar terus menerus berusaha
menjaga dirinya dari tunduk kepada hawa nafsunya, yang dikendalikan oleh
syaitan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup individu.
Daftar Pustaka
Eti Nurhayati, Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011.
Aswadi, Iyadah dan Tazkiyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, Dakwah Digital Pess, Surabaya, 2009.
Lumongga Lubis, Namora, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek, Kencana Media Prenada Group, Jakarta, 2011.
Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2007
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Andi Offset, Yogyakarta, 2005.
sumber:
Prof. Dr. H Prayitno, M.Sc.Ed. Dasar-dasar bimbingan dan
konseling,jakarta rineka cipta
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung, Refika Aditama. 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar