Sabtu, 19 Januari 2019

KONSELING INDIVIDUAL DAN
TEKNIK – TEKNIK DASAR DALAM KONSELING


 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .
 .

 OLEH ZULFIL LAILY S.Pd






BAB I
PENDAHULUAN
  
1. Latar Belakang
            Proses konseling adalah suatu proses bersifat sistematis yang dilakukan oleh konselor dan klien untuk memecahkan masalah klien . Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview  adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya

2. Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian proses konseling?
b.      Bagaimana proses konseling tersebut?
c.       Bagaimana tahap-tahap atau langkah-langkah proses konseling tersebut?
   
3. Tujuan
a.       Agar mahasiswa memahami apa yang dimaksud dengan proses konseling.
b.      Agar mahasiswa memahami bagaimana proses konseling.
c.       Agar mahasiswa memahami bagaimana tahap-tahap atau langkah-langkah dalam proses konseling tersebut.





BAB II
PEMBAHASAN
A.     Proses  Konseling
 Menurut Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, (2011: 83),  Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intakeinterview  adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya. Menurut Tohirin, Bimbingan Konseling di Sekolah dan Madrasah Proses konseling dapat ditempuh dengan beberapa langkah yaitu:
1.      Menentukan masalah
Proses Identifikasi Masalah atau menentukan masalah dalam konseling dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi masalah (identifikasi kasus-kasus) yang dialami oleh klien. Setelah semua masalah teridentifikasi untuk menentukan masalah mana untuk dipecahkan harus menggunakan prinsip skala prioritas. Penetapan skala prioritas ditentukan oleh dasar akibat atau dampak yang lebih besar terjadi apabila masalah tersebut tidak dipecahkan. Pada tahap ini konselor diharapkan aktif dalam mencegah permasalahan klien. Konselor perlu lebih banyak memberikan pertanyaan terbuka dan mendengar aktif(active listening) terhadap apa yang dikemukakan oleh klien. Mendengar aktif adalah suatu keterampilan menahan diri untuk tidak berbicara, tidak mendengarkan secara seksama, mengingat-ingat dan memahami perkataan klien, dan menganalisis secara seksama terhadap penjelasan klien yang relevan dan yang tidak relevan.
 Ety Nurhayati dalam bukunya Bimbingan Konseling, dan Psikoterapi Inovatif (2011: 196) Bukan pekerjaan yang sederhana mengikuti alur berbicara seseorang sambil menahan diri tidak memotong, mengomentari, dan mendominasi pembicaraan. Mengembangkan keterampilan mendengarkan aktif akan sangat membantu menciptakan rasa aman klien. Selain itu metode klarifikasi dan refleksi perlu digunakan untuk memperoleh kejelasan duduk persoalan klien. Tujuan tahap ini menggali permasalah yang dialami klien, sehingga klien dapat menguraikan dan mendudukkan masalah secara tepat dan jelas.
   
2.      Pengumpulan data,
Setelah ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling, selanjutnya adalah mengumpulkan data siswa yang bersangkutan. Data yang dikumpulkan harus secara komprehensif (menyeluruh) meliputi: data diri, data orang tua, data pendidikan, data kesehatan dan data lingkungan.
Data diri bisa mencakup (nama lengkap, nama panggilan, jenis kelamin, anak keberapa, status anak dalam keluarga (anak kandung, anak tiri, atau anak angkat), tempat tanggal lahir, agama, pekerjaan, penghasilan setiap bulan, alamat, dan nama bapak atau ibu. Data pendidikan dapat mencakup: tingkat pendidikan, status sekolah, lokasi sekolah, sekolah sebelumnya, kelas berapa, dan lain-lain.
3.      Analisis data
Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Data hasil tes bisa dianalisis secara kuantitatif dan data hasil non tes dapat dianalisis secara kualitatif. Dari data yang dianalisis akan diketahui siapa konseli kita sesungguhnya dan apa sesungguhnya masalah yang dihadapi konseli kita.
4.      Diagnosis
Diagnosis merupakan usaha konselor menetapkan latar belakang masalah atau faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada klien.
5.      Prognosis
Setelah diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada klien selanjutnya konselor menetapkan langkah-langkah bantuan yang diambil.
6.      Terapi
Setelah ditetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian bantuan selanjutnya adalah melaksanakan jenis bantuan yang telah ditetapkan. Dalam contoh diatas, pembimbing atau konselor melaksanakan bantuan belajar atau bantuan sosial yang ditetapkan untuk memecahkan masalah konseli.
7.       Evaluasi dan Follow Up
Sebelum mengakhiri hubungan konseling, konselor dapat mengevaluasi berdasarkanperformace klien yang terpancar dari kata-kata, sikap, tindakan, dan bahasa tubuhnya. Jika menunjukkan indicator keberhasilan, pengakhiran konseling dapat dibuat. Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak. Apabila sudah memberikan hasil apa langkah-langkah selanjutnya yang perlu diambil, begitu juga sebaliknya apabila belum berhasil apa langkah-langkah yang diambil berikutnya. Dan Aswadi, Iyadah dan Taskiyah,(2009:40) dalam langkah  Follow Up atau tindak lanjut dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih lama.
Abrego, Brammer, Shostrom (2005:98) dalam buku Dasar-dasar Konseling dan Psikoterapi milik Namora Lubis Lumongga (2011:70)  Memberikan langkah-langkah konseling sebagai berikut:
1.      Membangun Hubungan
Membangun hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling, karena klien dan konselor harus  saling mengenal dan menjalin kedekatan emosinal sebelum sampai pada pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini, konselor harus menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya dan kompeten dalam menangani masalah klien. Willis (2009) mengatakan bahwa dalam hubungan konseling harus berbentuk a working relationship yaitu hubungan yang berfungsi, bermakna, dan berguna. Konselor dan klien  saling terbuka satu sama lain tanpa ada kepura-puraan. Selain itu, konselor dapat melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Keberhasilan pada tahap ini menentukan keberhasilan langkah konseling selanjutnya.
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Andi Offset, (Yogyakarta, 2005) hal 187 Membangun hubungan konseling juga dapat dimanfaatkan konselor untuk menentukan sejauh mana klien mengetahui kebutuhannya dan harapan apa yang ingin dia capai dalam konseling. Konselor juga dapat meminta klien agar berkomitmen menjalani konseling dengan sungguh-sungguh.
Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara konselor dan klien  adakalanya belum saling mengenal. Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu perkenalan yang memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan. Konselor memperkenalkan diri secara “sederhana”, yang tidak memberikan kesan bahwa konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
Pada tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat dengan dan percaya kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh untuk mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan suka rela termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, (Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008) hal 98,Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara konselor dan klien  adakalanya belum saling mengenal. Konselor diharapkan dapat menciptakan suatu perkenalan yang memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien. Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan secara lisan. Konselor memperkenalkan diri secara “sederhana”, yang tidak memberikan kesan bahwa konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
Pada tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat dengan dan percaya kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh untuk mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan suka rela termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
2.      Identifikasi dan penilaian masalah
Apabila hubungan konseling telah berjalan baik, maka langkah selanjutnya adalah memulai mendiskusikan sasaran-sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang menjadi ukuran keberhasilan konseling. Konselor memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh mereka berdua. Hal yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana keterampilan konselor dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien. Pengungkapan  masalah klien kemudian diidentifikasi dan didiagnosa secara cermat. Seringkali klien tidak begitu jelas mengungkapkan masalahnya. Apabila ini terjadi konselor harus membantu klien mendefinisikan masalahnya secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam diagnosa.
3.      Memfasilitasi perubahan konseling
Langkah berikutnya adalah konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi yang akan digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Harus dipertimbangkan pula bagaimana konsekuensi dari alternatif dan strategi tersebut. Jangan sampai pendekatkan dan strategi yang digunakan bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat pada diri klien, karena akan menyebabkan klien otomatis menarik dirinya dan menolak terlibat dalam proses konseling. Ada beberapa strategi yang dikemukakan oleh Willis (2009) untuk mempertimbangkan dalam konseling:
a.       Mengkomunikasikan nilai-nilai inti agar klien selalu jujur dan terbuka sehingga dapat mengali lebih dalam masalahnya.
b.      Menantang klien untuk mencari rencana dan strategi baru melalui berbagai alternatif. Hal ini akan membuatnya termotivasi untuk meningkatkan dirinya sendiri
Pada langkah ini terlihat dengan jelas bagaimana proses konseling berjalan. Apakah terjadi perubahan strategi atau alternatif. Yang telah disusun? Sudah tepat atau malah tidak sesuai?. Proses konseling berjalan-jalan terus-meneruspada akhirnya sampai kepada pemecahan masalah.
4.      Evaluasi dan Terminasi
Langkah keempat ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling secara umum. Evaluasi terhadap hasil konseling akan dilakukan secara keseluruhan. Yang menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang kearah yang lebih positif. Menurut Willis (2009) pada langkah terakhir sebuah proses konseling ditandai pada beberapa hal:
1.      Menurunnya tingkat kecemasan klien
2.      Adanya perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
3.      Adanya rencana hidup dimasa mendatang dengan program yang jelas
4.      Terjadi perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah mampu berfikir realistis dan percaya diri.
Dan untuk melaksanakan konseling islami dapat ditempuh dengan beberapa langkah berikut:
1.      Menciptakan hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh penerimaan dan keakraban dan keterbukaan.
2.      Meyakinkan klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang dibicarakan dalam proses konseling sepanjang klien tidak menghendaki diketahui orang lain
3.      Wawancara awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal klien, masalahnya, lingkungannya, dan sekaligus membantu klien mengenali dan menyadari dirinya.
4.      Mengeksplorasi masalah dengan perspektif islam (pada langkah ini konselor mencoba menelusuri tingkat pengetahuan dan pemahaman individu akan hakekat masalahnya dalam pandangan islam)
5.      Mendorong klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri apakah ada kewajiban yang belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang salah, sudah bersihkan jiwanya dari berbagai penyakit hati)
6.      Mengeksplorasi tujuan hidup dan hakikat hidup menurut klien, selanjutnya merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai oleh klien dalam menghadapi masalahnya.
7.      Mendorong klien menggunakan hati/qolb/dalam melihat masalah, dan sekaligus mendorong klien mengunakan a’qalnya, dan bertanya pada hati nuraninya.
8.      Mendorong klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang diberikan Allah dengan penuh keridhoan dan keikhlasan.
9.      Mendorong klien untuk selalu bersandar dan berdo’a memohon meminta dibukakan jalan keluar atas masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara memperbanyak ibadah sesuai yang dicontohkan  Rosulallah SAW.
10.  Mendorong klien untuk mengambil keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan perilaku yang baik (ma’ruf) bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapi.
11.  Mengarahkan klien pada keputusan-keputusan yang dibuat.
12.  Mengarahkan dan mendorong klien agar selalu bersikap dan berperilaku islami, sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang selalu bercermin pada Al-Qur’an dan Hadist.
13.  Mendorong klien agar terus menerus berusaha menjaga dirinya dari tunduk kepada hawa nafsunya, yang dikendalikan oleh syaitan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup individu.
Tahapan Proses Layanan Konseling Perorangan

Oleh : Akhmad Sudrajat
Dari beberapa jenis layanan Bimbingan dan Konseling yang diberikan kepada peserta didik, tampaknya untuk layanan konseling perorangan perlu mendapat perhatian lebih. Karena layanan yang satu ini boleh dikatakan merupakan ciri khas dari layanan bimbingan dan konseling, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus
Dalam praktiknya, memang strategi layanan bimbingan dan konseling harus terlebih dahulu mengedepankan layanan – layanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, namun tetap saja layanan yang bersifat pengentasan pun masih diperlukan. Oleh karena itu, guru BK maupun konselor seyogyanya dapat menguasai proses dan berbagai teknik konseling, sehingga bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka pengentasan masalahnya dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Secara umum, proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) tahap awal (tahap mendefinisikan masalah); (2) tahap inti (tahap kerja); dan (3) tahap akhir (tahap perubahan dan tindakan).
A. Tahap Awal
Tahap ini terjadi dimulai sejak klien menemui konselor hingga berjalan sampai konselor dan klien menemukan masalah klien. Pada tahap ini beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya :
§  Membangun hubungan konseling yang melibatkan klien (rapport). Kunci keberhasilan membangun hubungan terletak pada terpenuhinya asas-asas bimbingan dan konseling, terutama asas kerahasiaankesukarelaanketerbukaan; dan kegiatan.
§  Memperjelas dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan konseling sudah terjalin dengan baik dan klien telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat membantu memperjelas masalah klien.
§  Membuat penaksiran dan perjajagan. Konselor berusaha menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah dan merancang bantuan yang mungkin dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan menentukan berbagai alternatif yang sesuai, untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi klien.
§  Menegosiasikan kontrak. Membangun perjanjian antara konselor dengan klien, berisi: (1) Kontrak waktu, yaitu berapa lama waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan konselor tidak berkebaratan; (2) Kontrak tugas, yaitu berbagi tugas antara konselor dan klien; dan (3) Kontrak kerjasama dalam proses konseling, yaitu terbinanya peran dan tanggung jawab bersama antara konselor dan konseling dalam seluruh rangkaian kegiatan konseling.
B. Inti (Tahap Kerja)
Setelah tahap Awal dilaksanakan dengan baik, proses konseling selanjutnya adalah memasuki tahap inti atau tahap kerja.
Pada tahap ini terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, diantaranya :
§  Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah klien lebih dalam. Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien mempunyai perspektif dan alternatif baru terhadap masalah yang sedang dialaminya.
§  Konselor melakukan reassessment (penilaian kembali), bersama-sama klien meninjau kembali permasalahan yang dihadapi klien.
§  Menjaga agar hubungan konseling tetap terpelihara.
Hal ini bisa terjadi jika :
§  Klien merasa senang terlibat dalam pembicaraan atau waancara konseling, serta menampakkan kebutuhan untuk mengembangkan diri dan memecahkan masalah yang dihadapinya.
§  Konselor berupaya kreatif mengembangkan teknik-teknik konseling yang bervariasi dan dapat menunjukkan pribadi yang jujur, ikhlas dan benar – benar peduli terhadap klien.
§  Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak. Kesepakatan yang telah dibangun pada saat kontrak tetap dijaga, baik oleh pihak konselor maupun klien.
C. Akhir (Tahap Tindakan)
Pada tahap akhir ini terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
§  Konselor bersama klien membuat kesimpulan mengenai hasil proses konseling.
§  Menyusun rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan yang telah terbangun dari proses konseling sebelumnya.
§  Mengevaluasi jalannya proses dan hasil konseling (penilaian segera).
§  Membuat perjanjian untuk pertemuan berikutnya
Pada tahap akhir ditandai beberapa hal, yaitu ; (1) menurunnya kecemasan klien; (2) perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat dan dinamis; (3) pemahaman baru dari klien tentang masalah yang dihadapinya; dan (4) adanya rencana hidup masa yang akan datang dengan program yang jelas


TEKNIK – TEKNIK DASAR DALAM KONSELING INDIVIDUAL

Beberapa teknik dasar yang biasanya di gunakan dalam konseling individual antara lain:
a. Attending (perhatian/menghampiri konseli)
Attending adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor untuk memusatkan perhatian kepada klien agar klien merasa dihargai dan terbina suasana yang kondusif sehingga klien bebas mengekspresikan / mengungkapkan tentang apa saja yang ada dalam pikiran, perasaan ataupun tingkah lakunya.
Contohnya posisi badan termasuk gerak isyarat dan ekspresi muka serta kontak mata.
b. Opening(pembukaan)
Opening adalah ketrampilan / teknik untuk membuka / memulai komunikasi dan hubungan konseling.
Hal ini dapat berupa menyambut kehadiran klien dan membicarakan topic netral dan sebagainya.
c. Empati
Merupakan suatu cara untuk menyatakan perasaan konselor terhadap permasalahan konseli, konselor seperti merasakan terhadap apa yang di rasakan konseli.
d. Rertatement(pengulangan)
Restatement adalah teknik yang digunakan konselor untuk mengulang / menyatakan kembali pernyataan klien ( sebagian atau seluruhnya ) yang dianggap penting.
e. Refleksi
Adalah teknik yang digunakan konselor untuk memantulkan perasaan / sikap yang terkandung dibalik pernyataan konseli.
f. Clafication(klarifikasi)
Clafication ( klarifikasi ) adalah teknik yang digunakan untuk mengungkapkan kembali isi pernyataan klien dengan menggunakan kata-kata baru dan segar. Contohnya pada intinya, pada dasarnya dll.
g. Paraphrasing
Merupakan teknik konselor dalam menangkap pesan yang tersirat di balik pembicaraan konseli.
h. Eksplorasi
Adalah suatu teknik / cara bagi konselor dalam menggali permasahan konseli secara lebih mendalam.
i. Konfrontasi(pertentangan)
Konfrontasi ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor untuk menunjukan adanya kesenjangan, diskrepansi atau inkronguensi dalam diri klien kemudian konselor mengumpanbalikan kepada klien.
P. Interprestasi ( penafsiran )
Interprestasi adalah ketrampilan / teknik yang digunakan oleh konselor dimana atau karena tingkah laku klien ditafsirkan / diduga dan dimengerti dengan dikomunikasikan pada klien. Selain itu didalam interpretasi konselor menggali dan makna yang terdapat dibelakang kata-kata klien atau dibelakang perbuatan / tindakannya yang telah diceritakannya. Bertujuan membantu klien lebih memahami didiri sendiri bila mana klien bersedia mempertimbangkannya dengan pikiran terbuka.
j. Termination(pengakhiran)
Termination ( pengakhiran ) adalah ketrampilan / teknik yang digunakan konselor untuk mengakhiri komunikasi berikutnya maupun mengakhiri karena komunikasi konseling betul-betul telah “berakhir”.





BAB III
KESIMPULAN
Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intakeinterview  adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya. Proses konseling dapat ditempuh dengan beberapa langkah yaitu:
1.      Menentukan masalah
2.      Pengumpulan data
3.      Analisis data
4.      Diagnosis
5.      Prognosis
6.      Terapi
7.      Evaluasi dan Follow Up
Menurut Abrego, Brammer, Shostrom (dikutip dari lesmana:2005) dalam dari buku Dasar-dasar Konseling dan Psikoterapi milik Namora Lubis Lumongga . Memberikan langkah-langkah konseling sebagai berikut:
1.      Membangun Hubungan
2.      Identifikasi dan penilaian masalah
3.      Menfasilitasi perubahan klien
4.      Evaluasi dan terminasi
Dan untuk melaksanakan konseling islami dapat ditempuh dengan beberapa langkah berikut:
1.      Menciptakan hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh penerimaan dan keakraban dan keterbukaan.
2.      Meyakinkan klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang dibicarakan dalam proses konseling sepanjang klien tidak menghendaki diketahui orang lain
3.      Wawancara awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal klien, masalahnya, lingkungannya, dan sekaligus membantu klien mengenali dan menyadari dirinya.
4.      Mengeksplorasi masalah dengan perspektif islam (pada langkah ini konselor mencoba menelusuri tingkat pengetahuan dan pemahaman individu akan hakekat masalahnya dalam pandangan islam)
5.      Mendorong klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri apakah ada kewajiban yang belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang salah, sudah bersihkan jiwanya dari berbagai penyakit hati)
6.      Mengeksplorasi tujuan hidup dan hakikat hidup menurut klien, selanjutnya merumuskan tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai oleh klien dalam menghadapi masalahnya.
7.      Mendorong klien menggunakan hati/qolb/dalam melihat masalah, dan sekaligus mendorong klien mengunakan a’qalnya, dan bertanya pada hati nuraninya.
8.      Mendorong klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang diberikan Allah dengan penuh keridhoan dan keikhlasan.
9.      Mendorong klien untuk selalu bersandar dan berdo’a memohon meminta dibukakan jalan keluar atas masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara memperbanyak ibadah sesuai yang dicontohkan  Rosulullah SAW.
10.  Mendorong klien untuk mengambil keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan perilaku yang baik (ma’ruf) bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapi.
11.  Mengarahkan klien pada keputusan-keputusan yang dibuat.
12.  Mengarahkan dan mendorong klien agar selalu bersikap dan berperilaku islami, sehingga terbentuk sikap dan perilaku yang selalu bercermin pada Al-Qur’an dan Hadist.
13.  Mendorong klien agar terus menerus berusaha menjaga dirinya dari tunduk kepada hawa nafsunya, yang dikendalikan oleh syaitan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup individu.





Daftar Pustaka
Eti Nurhayati, Bimbingan Konseling dan Psikoterapi Inovatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011.
Aswadi, Iyadah dan Tazkiyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, Dakwah Digital Pess, Surabaya, 2009.
Lumongga Lubis, Namora,  Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek, Kencana Media Prenada Group, Jakarta, 2011.
Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 2008
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT Raja Grasindo Persada, Jakarta, 2007
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Andi Offset, Yogyakarta, 2005.
sumber:
Prof. Dr. H Prayitno, M.Sc.Ed. Dasar-dasar bimbingan dan konseling,jakarta rineka cipta
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung, Refika Aditama. 2009




Tidak ada komentar:

Posting Komentar